Kontroversi Sekolah Barak: Respons Abdul Mu'ti dan Pendekatan Berbeda di NTB dan Mataram
Polemik Sekolah Barak: Penolakan Abdul Mu'ti dan Alternatif Pembinaan Karakter
Gagasan sekolah barak yang digagas oleh mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuai berbagai tanggapan. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti memilih untuk tidak memberikan komentar terkait program kontroversial tersebut. Sikap bungkam ini ditunjukkan saat Mu'ti menghadiri acara Denpasar Education Festival di Denpasar, Bali. Usai acara, awak media berupaya meminta tanggapannya, namun Mu'ti menghindar dan memilih meninggalkan lokasi.
Kebijakan sekolah barak ini merupakan bagian dari Surat Edaran (SE) Nomor: 43/PK.03.04/KESRA tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya. Surat edaran tersebut mengklasifikasikan siswa dengan perilaku menyimpang, seperti terlibat tawuran, kecanduan game, merokok, mabuk, balapan motor, dan menggunakan knalpot brong, sebagai peserta didik yang memerlukan pembinaan khusus di lingkungan militer. Meski demikian, kebijakan ini mendapatkan reaksi beragam dari berbagai pihak.
Sikap Pemerintah Daerah Lain
Berbeda dengan Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan belum tertarik untuk mengadopsi program sekolah barak. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Abdul Aziz, berpendapat bahwa pendidikan karakter tidak harus dilakukan di lingkungan militer. Pihaknya lebih memilih pendekatan melalui kegiatan sekolah seperti baris-berbaris atau program pada masa Penerimaan Murid Baru (PMB).
"Kami (bisa berikan) pendidikan karakter pada saat rekrutmen Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Misalkan saja baris-berbaris untuk membentuk karakter tertentu. Ya, kami ikhtiarkan seperti itu," ujarnya.
Walaupun pelajar di NTB juga memiliki potensi terlibat dalam perilaku menyimpang seperti balapan liar dan tawuran, Pemprov NTB belum mempertimbangkan kebijakan sekolah barak sebagai solusi.
Pendekatan Spiritual di Mataram
Senada dengan NTB, Pemerintah Kota Mataram juga belum berencana menerapkan pola barak militer untuk mendisiplinkan pelajar bermasalah. Wakil Wali Kota Mataram, TGH Mujiburrahman, menyatakan bahwa terdapat banyak cara untuk menangani siswa bermasalah, salah satunya melalui pendekatan spiritual di pondok pesantren.
"Belum ada rencana ke sana, karena untuk penanganan secara khusus seperti itu kan banyak caranya. Bisa (saja) kita menggemblengnya di pondok pesantren misalnya. Kita titipkan di situ, lalu kita lakukan pendekatan-pendekatan agama. Saya malah lebih cenderung (memilih) ke sana (titip di pondok pesantren daripada kirim ke barak militer)," kata Mujib.
Ia meyakini bahwa pendekatan spiritual dapat menyentuh sisi batin pelajar dan membentuk karakter mereka secara lebih efektif. Meskipun demikian, ia menekankan bahwa semua opsi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan keputusan akhir akan mempertimbangkan kearifan lokal.
"Saya kira semua opsi itu ada positif dan ada kurang lebihnya, tinggal nanti tergantung kearifan lokal kita saja. Kami cenderung dengan sentuhan spiritual yang menyentuh batin dan hatinya. Tapi nanti kami akan bahas secara lebih dalam lagi," tandasnya.
Dengan demikian, gagasan sekolah barak ala Dedi Mulyadi masih menjadi perdebatan dan belum menjadi solusi yang diterima secara luas oleh pemerintah daerah lain. Pendekatan yang berbeda, seperti pendidikan karakter melalui kegiatan sekolah dan pendekatan spiritual, menjadi alternatif yang lebih dipilih oleh NTB dan Mataram.