Kepastian Pemerintah: Kemasan Rokok Tidak Akan Dibuat Polos

Polemik mengenai kemasan rokok polos akhirnya terjawab. Pemerintah melalui Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menegaskan bahwa tidak akan ada penyeragaman kemasan rokok menjadi polos tanpa merek. Pernyataan ini sekaligus menepis kekhawatiran industri tembakau terkait Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang sempat mencuat.

Faisol Riza menyampaikan kepastian ini dalam sebuah diskusi di Jakarta. Beliau menjelaskan bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mencapai kesepakatan untuk tidak memberlakukan aturan kemasan rokok polos. Menurutnya, pemerintah mendukung upaya-upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, namun juga mempertimbangkan kepentingan industri tembakau.

"Kita harus dukung isu-isu kesehatan. Untuk tujuan menjadikan masyarakat kita lebih sehat, itu kita dukung," ujar Faisol. "Tetapi Kementerian Perindustrian juga memahami kepentingan industri. Kami sampaikan bahwa janganlah itu diseragamkan karena industri meminta untuk tidak ada isu yang semakin menekan industri."

Lebih lanjut, Wamenperin menjelaskan bahwa kesepakatan yang dicapai tidak hanya mengenai kemasan polos, tetapi juga terkait ukuran dan warna kemasan rokok. "Bahkan bukan hanya rokok polosnya, tapi ukurannya pun itu tidak (seragam)," tegasnya. "Jadi kita bahas soal warnanya yang seragam, mereka juga setuju tidak seragam."

Anggota DPR RI Sofwan Dedy Ardyanto menyambut baik langkah pemerintah ini. Ia berharap keputusan ini tidak akan semakin memperburuk kondisi industri hasil tembakau.

Sebelumnya, Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) secara tegas menolak RPMK yang mengatur tentang kemasan rokok polos. Ketua Umum Gappri, Henry Najoan, berpendapat bahwa kebijakan tersebut akan berdampak negatif terhadap industri rokok, khususnya rokok kretek yang mendominasi pasar Indonesia. Ia khawatir kemasan polos akan memicu peredaran rokok ilegal karena identifikasi produk menjadi sulit, sehingga konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah.

Gappri juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap tenaga kerja di sektor industri hasil tembakau (IHT). Data Kemenperin menunjukkan bahwa sekitar 5,98 juta orang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, termasuk buruh, petani tembakau, petani cengkeh, dan sektor terkait lainnya. Henry Najoan khawatir kebijakan kemasan polos akan mengancam mata pencaharian mereka dan berpotensi menciptakan kemiskinan baru.

Dengan adanya kepastian dari pemerintah mengenai tidak adanya penyeragaman kemasan rokok polos, diharapkan industri tembakau dapat bernapas lega dan terus berkontribusi pada perekonomian Indonesia.