Aksi Kamisan Warnai Depan Istana, Suarakan Tragedi Marsinah dan Penolakan Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Aksi Kamisan yang identik dengan pakaian serba hitam kembali bergema di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Kamis (8/5/2025). Aksi ini menjadi momentum untuk mengenang 32 tahun kematian Marsinah, seorang aktivis buruh yang meninggal secara tragis pada tahun 1993.

Massa yang berkumpul sejak pukul 15.00 WIB membawa berbagai atribut seperti poster, spanduk, dan foto-foto para buruh yang menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk foto Marsinah. Aksi ini tidak hanya menjadi peringatan kematian Marsinah, tetapi juga sebagai bentuk protes terhadap wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, mantan presiden yang dianggap bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran HAM di masa lalu.

Anita, seorang peserta aksi, menyatakan bahwa kehadirannya adalah bentuk penghormatan kepada Marsinah sebagai simbol perlawanan kaum pekerja. Sementara itu, Ahmad, seorang buruh dari Tangerang, menegaskan bahwa sejarah kelam para korban tidak boleh dilupakan dan negara harus bertanggung jawab untuk mengungkap kebenaran serta menindak pelaku pelanggaran HAM.

Aksi ini juga merupakan respons terhadap pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang membuka peluang untuk menjadikan Marsinah sebagai pahlawan nasional. Usulan tersebut muncul setelah dialog dengan perwakilan buruh pada peringatan May Day, 1 Mei 2025. Namun, sebagian kalangan menilai bahwa pengangkatan Marsinah sebagai pahlawan nasional tidak akan menyelesaikan kasus kematiannya jika tidak ada pengungkapan dan penuntasan hukum yang adil.

Kepolisian dari Polsek Gambir dan Polda Metro Jaya menerjunkan 50 personel untuk mengamankan jalannya aksi. Massa diizinkan menyampaikan aspirasi mereka hingga pukul 17.00 WIB. Orasi-orasi yang disampaikan menyoroti kasus kematian Marsinah dan berbagai kasus pembunuhan serta pelanggaran HAM lainnya di Indonesia.

Berikut adalah beberapa poin penting yang disuarakan dalam aksi Kamisan:

  • Mengenang 32 tahun kematian Marsinah.
  • Menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
  • Menuntut pengungkapan dan penuntasan kasus kematian Marsinah secara adil.
  • Menuntut pertanggungjawaban negara atas pelanggaran HAM terhadap buruh dan aktivis lainnya.
  • Menolak upaya pengaburan sejarah dan penghilangan jejak kejahatan HAM.

Aksi Kamisan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan dan penegakan HAM di Indonesia masih terus berlanjut. Suara-suara korban dan keluarga korban tidak boleh diabaikan, dan negara harus hadir untuk memberikan keadilan serta kepastian hukum.