Gencatan Senjata AS-Houthi Diumumkan di Tengah Ketegangan Laut Merah: Realitas dan Tantangan
Gencatan Senjata AS-Houthi Diumumkan di Tengah Ketegangan Laut Merah: Realitas dan Tantangan
Pengumuman mengejutkan terkait kesepakatan gencatan senjata antara Amerika Serikat dan kelompok Houthi menggema pada Selasa malam (6/5). Menteri Luar Negeri Oman, Badr al-Busaidi, melalui platform X, menyatakan bahwa upaya de-eskalasi telah membuahkan hasil, dengan kedua belah pihak sepakat untuk menghentikan serangan guna menjamin keamanan pelayaran dan perdagangan internasional di Laut Merah.
Kabar ini muncul beberapa jam setelah serangan udara yang menghantam Bandara Internasional Sanaa dan sehari setelah klaim militer Israel menyerang puluhan target di pesisir Yaman, termasuk fasilitas pelabuhan di Hudeida. Serangan tersebut diklaim sebagai balasan atas serangan roket Houthi terhadap Bandara Tel Aviv.
Presiden AS saat itu, Donald Trump, mengklaim bahwa "Houthi telah menyerah" dan menyatakan bahwa mereka "tidak ingin melanjutkan perang," dengan menambahkan bahwa Amerika Serikat memilih untuk mempercayai pernyataan mereka. Namun, klaim Trump ini segera dibantah oleh pihak Houthi, yang menegaskan bahwa tidak ada pembicaraan langsung dengan AS dan menekankan peran Oman sebagai mediator. Kepala juru runding Houthi, Mohammed Abdulsalam, kepada Reuters, menyatakan bahwa kesepakatan tersebut tidak mencakup tindakan terhadap Israel.
Jarak Geografis dan Tantangan Militer
Konflik antara Israel dan Houthi terus berlanjut. Upaya serangan roket lanjutan dari Houthi ke Israel dilaporkan terjadi, meskipun tidak mengenai sasaran. Jarak sekitar 2.000 kilometer antara Yaman dan Israel menjadi tantangan tersendiri bagi strategi militer Israel.
Israel sebelumnya telah melakukan serangan yang menargetkan rantai pasokan senjata dan bahan bakar dari Iran ke Houthi, serta penghancuran ribuan ton cadangan minyak di Pelabuhan Hudeida. Namun, dampaknya terhadap kemampuan tempur Houthi dinilai minim. Bahkan setelah operasi gabungan AS-Inggris "Poseidon Archer" yang melancarkan ratusan serangan, intensitas serangan Houthi hanya turun sementara sebelum kembali meningkat.
Faktor geografis juga menjadi penghalang. Houthi mengandalkan peluncuran rudal dari wilayah pegunungan pedalaman yang sulit dijangkau dan dilindungi dari pengawasan musuh. Mereka juga meminimalkan penggunaan komunikasi digital, mempersulit pelacakan atau penyadapan.
Invasi Darat: Misi Bunuh Diri?
Analis politik Israel, Nachum Shiloh, berpendapat bahwa Houthi memahami kesulitan yang dihadapi Israel dalam menjadikan Yaman sebagai target militer yang bernilai. Gagasan tentang kemungkinan invasi darat Israel ke Yaman dinilai tidak realistis, terutama mengingat pengalaman buruk Arab Saudi dalam konflik bersenjata sebelumnya.
"Koalisi pimpinan Saudi nyatanya telah gagal menembus pertahanan Houthi di wilayah pegunungan," ujar Constantin Grund, Kepala Kantor Yayasan Friedrich-Ebert-Stiftung Jerman di Aden. Dia menyebut potensi operasi darat Israel di Yaman sebagai "misi bunuh diri" yang bisa berakhir seperti kegagalan militer di Afghanistan. "Itulah skenario yang ingin dihindari Washington, Berlin, dan Brussel. Karena itu, saya yakin Israel tidak akan menempuh jalur tersebut," pungkasnya.
Daftar Poin Penting:
- Pengumuman gencatan senjata antara AS dan Houthi oleh Oman.
- Serangan udara Israel di Yaman setelah serangan roket Houthi ke Israel.
- Bantahan Houthi terhadap klaim Trump tentang penyerahan.
- Tantangan geografis dan minimnya dampak serangan Israel terhadap Houthi.
- Penilaian risiko invasi darat Israel ke Yaman.