Maraknya Modus Operandi Mafia Tanah di Bantul: Sertifikat Jadi Agunan Bank, Warga Kembali Jadi Korban
Kasus dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan modus operandi yang serupa dengan kasus-kasus sebelumnya. Polres Bantul saat ini tengah melakukan penyelidikan terkait laporan seorang warga Kasihan, Bantul, yang menjadi korban penipuan dengan modus menawarkan bantuan pengurusan balik nama sertifikat tanah.
Korban berinisial IR (40) dijanjikan proses balik nama sertifikat tanahnya oleh seorang pria berinisial MWE (48), warga Kota Yogyakarta. Kesepakatan biaya pengurusan mencapai Rp 11,4 juta dengan janji penyelesaian dalam kurun waktu 1 hingga 2 tahun. IR telah menyerahkan sertifikat tanah dan uang tunai kepada MWE, namun hingga tahun 2024, proses balik nama sertifikat tidak kunjung terealisasi.
Kejadian bermula ketika korban IR berniat untuk membalik nama sertifikatnya, dan MWE menawarkan jasanya dengan biaya yang disepakati sebesar Rp 11,4 juta. Situasi berubah drastis ketika pihak bank swasta menghubungi IR dan menginformasikan bahwa sertifikat tanah miliknya telah diagunkan oleh MWE. IR yang merasa tertipu, berusaha menghubungi MWE, namun terlapor tidak dapat dihubungi dan menghilang.
Kasus yang menimpa IR menambah daftar panjang kasus serupa di Bantul. Sebelumnya, masyarakat Bantul juga diresahkan dengan kasus yang menimpa Mbah Tupon dan Bryan Manov yang juga menjadi korban mafia tanah. Polda DIY juga tengah mengusut kasus yang menimpa Mbah Tupon dan Bryan Manov.
Kasus Mbah Tupon
Mbah Tupon (68), warga Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi beserta bangunan di atasnya. Modusnya, Mbah Tupon hendak menjual sebagian tanahnya seluas 298 meter persegi kepada seseorang berinisial BR. Saat itu, Mbah Tupon juga menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan gudang RT. BR kemudian menawarkan bantuan untuk memecah sertifikat sisa tanah menjadi empat sertifikat atas nama Mbah Tupon dan anak-anaknya. Namun, sertifikat tersebut justru beralih nama ke pihak lain berinisial IF dan diagunkan ke bank dengan nilai pinjaman mencapai Rp 1,5 miliar.
Kasus Bryan Manov
Kasus serupa juga dialami oleh Bryan Manov Qrisna Huri (35), warga Tamantirto, Kasihan. Bryan mendapati bahwa tanah warisan keluarganya telah beralih kepemilikan ke orang lain dan diagunkan ke bank. Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyebut kasus Bryan lebih ekstrem karena tidak ada tanda tangan dari keluarga Bryan dalam proses peralihan sertifikat.
Halim menambahkan, transaksi pemindahan nama dalam kedua kasus, baik Mbah Tupon maupun Bryan, telah melibatkan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Menurutnya, petugas penarik tidak memiliki kepentingan untuk memvalidasi sertifikat tersebut atas nama siapa sebenarnya.
Kasus-kasus ini mengindikasikan adanya jaringan mafia tanah yang terorganisir di Bantul. Pihak kepolisian dan pemerintah daerah diharapkan dapat segera mengungkap dan menindak tegas para pelaku, serta memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat yang menjadi korban.