Keluhan Warga Kampung Baru Depok kepada Dedi Mulyadi: Antara Impian dan Kenyataan di Lahan Sengketa
Kunjungan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke Kampung Baru, Harjamukti, Cimanggis, Depok, pada Kamis (8/5/2025), membuka tabir kehidupan warga yang mendiami lahan secara ilegal. Kampung Baru, yang belum lama ini menjadi sorotan akibat insiden pembakaran mobil polisi dan pengeroyokan anggota Polres Depok, dihuni oleh ribuan jiwa yang sebagian besar bukan merupakan warga asli Depok. Lahan seluas 1,5 hektare milik Pemerintah Kota Depok dan 3,5 hektare milik Kementerian Sekretariat Negara menjadi tumpuan hidup bagi mereka.
Warga Kampung Baru berbondong-bondong menghampiri Dedi Mulyadi, tak hanya untuk menyampaikan keluh kesah, tetapi juga untuk berbagi kisah hidup yang membawa mereka ke tanah sengketa ini. Alasan mereka beragam, mulai dari mencari penghidupan yang lebih baik hingga terhimpit masalah ekonomi.
Alasan Warga Bertahan di Kampung Baru
Marudut, seorang warga asal Tarutung, Sumatera Utara, mengungkapkan bahwa ia meninggalkan kampung halamannya demi mencari peluang ekonomi yang lebih menjanjikan di Depok. Dedi Mulyadi sempat mempertanyakan keputusannya, mengingat Sumatera Utara memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun, Marudut menjelaskan bahwa lahan yang dimilikinya di kampung halaman terlalu kecil dan kurang produktif.
Kisah serupa datang dari Hutapea, yang terpaksa pindah ke Kampung Baru karena tidak mampu lagi membayar kontrakan di Cakung, Jakarta Timur. Di Kampung Baru, ia bisa membangun tempat tinggal yang lebih murah, meski di atas lahan yang masih berupa tanah.
Profesi Sebagai Pemulung
Marudut dan Hutapea kini sama-sama berprofesi sebagai pemulung. Hutapea menjadi pemulung setelah suaminya kehilangan pekerjaan. Barang-barang rongsokan yang mereka kumpulkan dijual ke pengepul dengan harga yang bervariasi. Hutapea mengaku hanya bisa menghasilkan sekitar Rp 20.000 hingga Rp 30.000 per hari, sementara Marudut bisa mendapatkan sekitar Rp 200.000 per hari. Bagi mereka, pendapatan ini jauh lebih baik daripada mengandalkan hasil panen di kampung halaman yang membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Pendataan Warga
Pemerintah Kota Depok mencatat ada 91 kepala keluarga (KK) dengan 299 jiwa yang tinggal di Kampung Baru, khususunya di lahan milik pemkot Depok dan Setneg. Dari jumlah tersebut, hanya satu keluarga yang memiliki KTP Depok. Sebagian besar warga lainnya berasal dari Jakarta, Medan, dan daerah lainnya, kata Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmanysah. Pendataan warga yang tinggal di lahan milik perusahaan properti akan dilakukan setelah Dedi Mulyadi mengirimkan surat kepada pihak terkait.
Kunjungan Dedi Mulyadi ke Kampung Baru memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi kehidupan warga yang mendiami lahan ilegal. Kisah-kisah mereka mencerminkan perjuangan untuk mencari penghidupan yang lebih baik, meskipun harus menghadapi berbagai tantangan dan ketidakpastian.