UMKM Mama Khas Banjar dan Kompleksitas Penanganan Usaha Mikro di Indonesia: Antara Penegakan Hukum dan Fleksibilitas Kebijakan
Kasus UMKM Mama Khas Banjar di Kalimantan Selatan menjadi sorotan tajam terkait kompleksitas permasalahan yang dihadapi usaha mikro di Indonesia. Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menyoroti kasus ini sebagai contoh nyata betapa rumitnya penanganan UMKM di lapangan, khususnya terkait akses pembiayaan dan kepatuhan terhadap regulasi.
Persoalan bermula ketika Mama Khas Banjar, sebuah UMKM yang berlokasi di Kota Banjarbaru, harus menghentikan operasionalnya pada 1 Mei 2025. Penutupan ini dipicu oleh kasus hukum yang menjerat pemiliknya, Firly Norachim, atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen terkait pelabelan produk. Produk makanan beku yang dijual di tokonya, seperti sambal baby cumi original, ikan salmon steak 500 gram, udang indomanis, dan satrup kuini, ditemukan tidak mencantumkan label kedaluwarsa.
Laporan dari masyarakat menjadi dasar bagi pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan. AKBP Amien Rovi dari Ditreskrimsus Polda Kalsel menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada 6 Desember 2024 yang melakukan pembelian produk tanpa label kedaluwarsa. Dinas terkait, melalui surat tertanggal 30 Januari 2024, telah mengarahkan Mama Khas Banjar untuk berkonsultasi mengenai kemasan dan pelabelan produknya. Namun, pada saat pemeriksaan, produk-produk tersebut tetap tidak memiliki label yang sesuai.
Firly didakwa melanggar Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf g dan i UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Proses hukum yang berjalan kemudian berujung pada kebangkrutan UMKM tersebut. Hal ini memicu pertanyaan tentang efektivitas penegakan hukum sebagai satu-satunya solusi dalam mengatasi permasalahan UMKM. Maman Abdurrahman menekankan perlunya fleksibilitas kebijakan dari pemerintah dalam menangani kasus-kasus serupa.
Masalah ini juga menyoroti tantangan UMKM dalam mengakses pembiayaan. Maman mengakui bahwa banyak UMKM masih kesulitan mendapatkan akses kredit. Bahkan, jika mereka berhasil mendapatkan pembiayaan, seringkali timbul masalah dalam menjalankan usaha secara konsisten, akuntabel, dan terkelola dengan baik. Data menunjukkan bahwa sekitar 4% dari nasabah mikro mengalami masalah kredit.
Kasus Mama Khas Banjar menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya pendampingan dan pembinaan UMKM, tidak hanya dalam hal akses pembiayaan tetapi juga dalam pemahaman dan pemenuhan regulasi. Pemerintah perlu memastikan bahwa UMKM tidak hanya mendapatkan akses pembiayaan yang luas, tetapi juga mampu menjalankan usaha secara berkelanjutan dan mematuhi peraturan yang berlaku.
Kuasa hukum Firly, Faisol Abrori, menyatakan bahwa pengadilan telah mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap kliennya. Sementara itu, juru bicara Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Hendra Novriyandie, membenarkan bahwa majelis hakim telah mengeluarkan penetapan terkait permohonan tersebut. Namun, upaya praperadilan yang diajukan untuk menggugat keabsahan penyitaan barang justru dinyatakan gugur oleh PN Banjarmasin.
Kasus ini membuka diskusi tentang:
- Penegakan Hukum vs. Pembinaan UMKM: Apakah penegakan hukum pidana adalah solusi terbaik untuk UMKM yang melanggar aturan?
- Akses Pembiayaan: Bagaimana cara memastikan UMKM mendapatkan akses pembiayaan yang mudah dan terjangkau?
- Kepatuhan Regulasi: Bagaimana cara meningkatkan kesadaran dan kepatuhan UMKM terhadap regulasi yang berlaku?
- Pendampingan UMKM: Peran pemerintah dan pihak terkait dalam memberikan pendampingan dan pembinaan kepada UMKM.
Kasus Mama Khas Banjar menjadi cermin bagi kompleksitas permasalahan UMKM di Indonesia dan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan fleksibel dalam penanganannya.