Ekspansi Agresif Dongkrak Penjualan Surya Biru Murni (SBMA) di Awal 2025

PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk (SBMA), emiten yang bergerak di bidang produksi gas industri, mencatatkan pertumbuhan penjualan yang signifikan pada kuartal pertama tahun 2025. Perusahaan berhasil membukukan penjualan sebesar Rp 32,48 miliar, meningkat 12,43% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 28,89 miliar. Kinerja positif ini didorong oleh strategi ekspansi bisnis yang gencar dilakukan oleh perusahaan.

Secara rinci, penjualan oksigen menjadi kontributor utama dengan pertumbuhan mencapai 32,84%, naik menjadi Rp 8,71 miliar dari sebelumnya Rp 6,56 miliar. Sementara itu, penjualan asetilen mengalami penurunan sebesar 6,21% menjadi Rp 8,15 miliar. Penjualan argon juga terkoreksi 29% menjadi Rp 4,12 miliar, dan nitrogen turun tipis 3,85% menjadi Rp 2,48 miliar. Di sisi lain, penjualan karbon dioksida melonjak 44,34% menjadi Rp 1,90 miliar.

Menariknya, diversifikasi produk ke gas campuran menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pesanan gas campuran meningkat signifikan hingga 96,58%, mencapai Rp 5,88 miliar dari sebelumnya Rp 2,99 miliar. Diversifikasi ini menjadi salah satu strategi perusahaan untuk memperluas pangsa pasar dan memenuhi kebutuhan pelanggan yang semakin beragam.

Dengan kinerja penjualan yang solid, SBMA berhasil mencatatkan laba kotor sebesar Rp 15,05 miliar, naik 11,24% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba neto tahun berjalan perusahaan per 31 Maret 2025 tercatat sebesar Rp 1,97 miliar.

Dari sisi neraca, SBMA berhasil menurunkan liabilitas sebesar 3,72% menjadi Rp 59,76 miliar. Sementara itu, ekuitas perusahaan meningkat 0,87% menjadi Rp 229,87 miliar, sehingga total aset perusahaan menjadi Rp 289,64 miliar.

Direktur Utama SBMA, Rini Dwiyanti, mengungkapkan bahwa kinerja positif di awal tahun ini merupakan hasil dari ekspansi bisnis yang dilakukan perusahaan pada tahun sebelumnya. Untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mengatasi keterbatasan ruang penyimpanan, perusahaan membangun stasiun pengisian argon dan karbon dioksida yang terpisah.

"Pembelian ini sebagai salah satu strategi nyata perseroan untuk meningkatkan distribusi untuk menjangkau konsumen yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan pendapatan ke depannya per bulan berkisar Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar," ujarnya.

Stasiun pengisian baru ini memiliki kapasitas produksi dan penyimpanan yang lebih besar, sehingga proses produksi menjadi lebih efisien dan lancar, meminimalisir waktu tunggu dan hambatan operasional. Dari segi keuangan, perseroan menunjukkan pertumbuhan yang positif, didukung oleh peningkatan pendapatan.

Rini menambahkan bahwa prospek usaha perseroan tetap positif, seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia Timur, khususnya di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Pembangunan tersebut mendorong pertumbuhan sektor industri yang berkontribusi langsung terhadap meningkatnya permintaan gas industri.

SBMA juga menatap peluang pertumbuhan di tahun 2025 didukung oleh strategi ekspansi bisnis, inovasi produk, dan penguatan layanan. Target utama yang ingin dicapai perseroan pada 2025 meliputi peningkatan pangsa pasar, ekspansi layanan, serta optimalisasi kinerja keuangan dan operasional.

Komitmen pemerintah dalam pengembangan kawasan industri dan hilirisasi sumber daya juga menjadi faktor pendukung bagi pertumbuhan sektor gas industri dalam jangka panjang. Untuk menangkap peluang pertumbuhan ini, perseroan perlu memperkuat strategi pemasaran serta mengoptimalkan efisiensi dalam rantai distribusi agar dapat menjangkau pasar dengan lebih efektif dan kompetitif.

Menatap tahun 2025 dan seterusnya, SBMA siap untuk terus bertumbuh dan berekspansi ke segmen pasar baru, termasuk sektor galangan kapal atau pelabuhan dan medis, sambil tetap memperkuat kehadiran di pasar utama seperti pertambangan, minyak & gas, konstruksi, dan fabrikasi.

Berikut adalah rincian penjualan per kuartal I-2025:

  • Oksigen: Rp 8,71 miliar (naik 32,84%)
  • Asetilen: Rp 8,15 miliar (turun 6,21%)
  • Argon: Rp 4,12 miliar (turun 29%)
  • Nitrogen: Rp 2,48 miliar (turun 3,85%)
  • Karbon Dioksida: Rp 1,90 miliar (naik 44,34%)
  • Gas Campuran: Rp 5,88 miliar (naik 96,58%)