Uji Materi UU TNI di MK: Mahasiswa UI Persoalkan Proses Pembentukan yang Dinilai Tertutup
Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) menggugat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini diajukan karena mahasiswa menilai proses pembentukan UU TNI tersebut tidak transparan dan melanggar prinsip keterbukaan yang seharusnya dijamin dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan.
Kuasa hukum mahasiswa UI, Muhammad, menyampaikan argumentasi di hadapan Majelis Hakim MK dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Jumat (9/5/2025). Muhammad berpendapat bahwa pembentukan UU TNI telah mengabaikan partisipasi publik, yang merupakan aspek krusial dalam proses legislasi yang demokratis. Ia merujuk pada Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 yang secara eksplisit mengatur mengenai hak masyarakat untuk memberikan masukan, baik secara lisan maupun tertulis, dalam setiap tahapan pembentukan undang-undang.
Berikut poin-poin yang menjadi sorotan dalam permohonan mahasiswa UI:
- Ketiadaan Keterbukaan: Muhammad menyoroti bahwa tidak ada penyebarluasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI secara resmi kepada publik sebelum pengesahan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Wakil Ketua DPR RI pada 18 Maret 2025 yang menyatakan bahwa draf RUU TNI yang beredar di masyarakat bukanlah draf yang dibahas oleh Komisi I DPR RI. Kondisi ini dinilai menghalangi partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan terhadap substansi UU.
- Pelanggaran Prosedur Penyusunan UU: Presiden selaku inisiator UU TNI dituding melakukan pelanggaran terhadap proses penyusunan UU sebagaimana diatur dalam UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Dalam penyusunan UU TNI, presiden tidak mengajukan naskah akademik yang baru, melainkan menggunakan naskah akademik lama yang disusun pada periode 2020-2024. Padahal, RUU TNI tidak termasuk dalam daftar carry over sebagaimana diatur dalam pasal 71a UU P3, sehingga seharusnya disusun ulang dari tahap awal termasuk naskah akademiknya.
- Pengajuan RUU di Luar Prolegnas Prioritas: RUU TNI dinilai tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025. Menurut Muhammad, pemerintah dan DPR dapat mengajukan RUU di luar prolegnas hanya jika terdapat keadaan mendesak atau bencana alam. Namun, pengajuan RUU TNI dinilai tidak memenuhi kriteria keadaan mendesak tersebut, sehingga melanggar ketentuan UU P3.
- Proses Perencanaan yang Tidak Tepat: Presiden mengajukan surat permohonan memasukkan RUU TNI dalam prolegnas prioritas tanpa melalui proses perencanaan awal yang seharusnya. Naskah akademik pun disampaikan bersamaan dengan permohonan memasukkan RUU TNI ke prolegnas. Hal ini dinilai sebagai kecacatan formil akibat pelanggaran pasal 22a Undang-undang P3.
Berdasarkan argumentasi tersebut, mahasiswa UI meminta MK untuk membatalkan UU TNI dan memberlakukan kembali UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Mereka berpendapat bahwa proses pembentukan UU TNI telah melanggar prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan demokratis.