Mahasiswa Gugat UU TNI, Prabowo dan DPR Terancam Denda Puluhan Miliar

Gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi, menyeret nama Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah anggota DPR-RI. Gugatan dengan nomor perkara 58/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh dua mahasiswa, Hidayatuddin dari Universitas Putra Batam, dan Respati Hadinata dari Universitas Negeri Batam.

Dalam gugatannya, kedua mahasiswa tersebut menuntut agar Prabowo Subianto dan para anggota DPR yang terlibat dalam pengesahan UU TNI membayar denda dengan jumlah total mencapai puluhan miliar rupiah kepada negara. Tuntutan ini diajukan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas proses legislasi yang dinilai cacat.

Sidang perdana gugatan ini telah digelar di Mahkamah Konstitusi pada Jumat, 9 Mei 2025. Hakim Konstitusi Arief Hidayat, yang memimpin jalannya persidangan, sempat mempertanyakan keberadaan petitum alternatif dalam gugatan tersebut. Beliau mempertanyakan maksud dari petitum alternatif dan meminta klarifikasi dari kuasa hukum pemohon.

Kuasa hukum pemohon menjelaskan bahwa petitum alternatif diajukan sebagai opsi jika MK tidak mengabulkan permohonan utama untuk membatalkan UU TNI. Dalam petitum alternatif, pemohon meminta agar MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk merevisi UU TNI dalam jangka waktu satu tahun. Jika dalam jangka waktu tersebut revisi tidak dilakukan, maka UU TNI tersebut dinyatakan inkonstitusional.

Lebih lanjut, dalam petitum alternatif tersebut, para penggugat secara spesifik meminta agar MK menghukum para anggota DPR-RI yang hadir dalam rapat paripurna pengesahan UU TNI dengan denda sebesar Rp 50 miliar kepada negara. Selain itu, Presiden Prabowo Subianto juga dituntut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 25 miliar kepada negara.

Tuntutan denda juga menyasar pimpinan DPR-RI. Penggugat meminta agar MK menghukum lima pimpinan DPR-RI untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 5 miliar kepada negara. Petitum ini secara eksplisit menyebutkan bahwa masing-masing pimpinan dan anggota Badan Legislasi DPR-RI periode 2024-2029 harus membayar ganti rugi tersebut, terhitung sejak putusan diucapkan.

Selain denda, penggugat juga mengajukan permintaan agar MK menjatuhkan sanksi uang paksa (dwangsom) kepada anggota DPR-RI yang mengesahkan UU TNI sebesar Rp 25 miliar. Untuk Presiden Prabowo, penggugat meminta agar beliau membayar dwangsom sebesar Rp 12,5 miliar. Gugatan ini menjadi sorotan publik karena implikasinya yang luas terhadap proses legislasi dan pertanggungjawaban pejabat negara.