UU TNI Digugat ke MK: Pemohon Minta Pembatalan Permanen Jika Tak Diperbaiki dalam Setahun
Sejumlah warga negara mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam permohonannya, para penggugat meminta MK untuk menyatakan UU TNI tersebut inkonstitusional secara permanen jika tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan diucapkan.
Kuasa hukum pemohon menyampaikan permintaan tersebut dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Jumat (9/5/2025). Menurutnya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) selaku pembentuk undang-undang harus diberikan waktu satu tahun untuk melakukan perbaikan. Jika dalam tenggang waktu tersebut perbaikan tidak dilakukan, maka UU TNI yang baru harus dinyatakan inkonstitusional secara permanen.
Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 66/PUU-XXIII/2025. Para pemohon terdiri dari Masail Ishmad Mawaqif, Reyhan Roberkat, Muh Amin Rais Natsir, dan Aldi Rizki Khoiruddin. Alasan utama gugatan ini adalah bahwa proses pembentukan UU TNI yang baru dianggap tidak memenuhi prinsip partisipasi masyarakat yang bermakna sebagaimana diamanatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Pemohon berpendapat, proses legislasi UU TNI yang baru cacat secara formal karena tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai. Kurangnya keterlibatan elemen masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas hukum dalam penyusunan UU ini dinilai sebagai pelanggaran terhadap asas keterbukaan.
Asas keterbukaan sendiri merupakan prinsip dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Para pemohon berargumen bahwa publik tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai proses penyusunan UU TNI. Selain itu, konsultasi publik atau dengar pendapat yang terbuka juga minim dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyusunan UU tidak memenuhi standar partisipasi yang bermakna.
Para pemohon juga menekankan bahwa negara hukum yang demokratis mewajibkan keterlibatan rakyat dalam setiap proses legislasi, terutama terhadap regulasi yang memiliki dampak besar terhadap kehidupan publik dan struktur negara. Oleh karena itu, mereka meminta MK untuk menunda keberlakuan dan pelaksanaan UU TNI yang baru sebelum menjatuhkan putusan akhir. Dalam pokok permohonannya, para pemohon meminta MK untuk menyatakan bahwa UU 3/2025 tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mereka juga meminta agar MK menyatakan UU tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan memberlakukan kembali UU TNI yang lama, yaitu UU Nomor 34 Tahun 2004.