Kemenkes Tanggapi Polemik Rotasi Dokter Piprim: Fokus pada Isu Kesehatan yang Lebih Mendesak

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan penyesalannya atas polemik yang muncul terkait rotasi jabatan Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim B Yanuarso. Menurutnya, dari sekitar 50 dokter yang telah mengalami rotasi di lingkungan Kementerian Kesehatan, hanya dr. Piprim yang menunjukkan penolakan.

"Rotasi ini sudah saya lakukan, melibatkan lebih dari 50 dokter. Dalam kelompok dr. Piprim, ada sekitar 10 dokter. Terus terang, saya tidak hafal nama mereka semua, namun saya menyayangkan mengapa dari sekian banyak rotasi, kasus ini menjadi sangat ramai," ujar Budi saat ditemui di Jakarta Timur, Jumat (9/5/2025).

Menkes Budi menekankan bahwa ada isu kesehatan lain yang lebih mendesak untuk ditangani daripada polemik rotasi ini, salah satunya adalah tingginya angka kematian akibat Tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa sekitar 100.000 orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat penyakit tersebut.

"Daripada berkutat pada masalah rotasi, perhatian kita seharusnya terfokus pada penanganan masalah kesehatan yang lebih krusial," tegas Budi.

Menanggapi protes dari kolegium terkait pengambilalihan kewenangan oleh pemerintah, Budi menjelaskan bahwa keluhan tersebut berasal dari sekelompok kecil orang yang sebelumnya memiliki kekuasaan dalam menentukan kebijakan kolegium. Ia menambahkan bahwa saat ini, pemilihan anggota kolegium melibatkan seluruh pihak, termasuk para dokter muda.

Sebagai informasi tambahan, kolegium, dalam konteks Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, memiliki peran penting dalam mengatur standar pelayanan, kurikulum, dan aspek lain terkait cabang ilmu kesehatan. Kolegium juga bertugas menetapkan standar pemenuhan satuan kredit profesi bagi tenaga medis dan kesehatan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Bidang Dukungan Strategis Organisasi Kementerian Kesehatan, Rendi Witular, menjelaskan bahwa kolegium sebelumnya dikelola oleh organisasi profesi yang didominasi oleh kalangan elite tertentu. Namun, setelah adanya UU Kesehatan, kewenangan kolegium berada di bawah Kemenkes karena menyangkut standar pelayanan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.

"Sebelumnya, kolegium berada di bawah organisasi profesi, dengan orang-orang yang itu-itu saja mendominasi. Karena kolegium menentukan kurikulum, standar pelayanan, dan segala macam, maka kewenangannya harus berada di tangan pemerintah," kata Rendi, pada Rabu (7/5/2025).

"Kita tidak bisa menyerahkan standar untuk hajat hidup orang banyak kepada organisasi profesi," imbuhnya.