UMKM Indonesia Hadapi Kendala dalam Penerapan Keberlanjutan: Regulasi dan Kurangnya Dukungan Jadi Sorotan

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tengah berjuang dalam mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan. Penyusunan laporan keberlanjutan, yang menjadi tolok ukur implementasi praktik tersebut, menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku UMKM. Minimnya kejelasan regulasi dan kurangnya pendampingan dari pihak terkait menjadi penghambat utama.

Lany Harijanti, Program Manager ASEAN Global Reporting Initiative (GRI), mengungkapkan bahwa ketiadaan regulasi yang mewajibkan UMKM untuk menyusun laporan keberlanjutan menjadi isu krusial. Saat ini, kewajiban tersebut hanya berlaku bagi perusahaan terbuka dan perusahaan jasa keuangan. Kondisi ini berbeda jauh dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Filipina dan Singapura, di mana pemerintah secara aktif memberikan dukungan kepada UMKM dalam penerapan keberlanjutan.

Di Filipina, sosialisasi mengenai pentingnya laporan keberlanjutan gencar dilakukan. Sementara itu, Singapura bahkan mengalokasikan dana hibah yang signifikan untuk membantu UMKM mengimplementasikan praktik-praktik keberlanjutan. Kurangnya dukungan ini berdampak pada rendahnya kesadaran para pelaku UMKM Indonesia terhadap isu keberlanjutan. Keterbatasan sumber daya, minimnya informasi, dan persepsi bahwa regulasi terlalu rumit semakin memperburuk situasi.

Survei menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku UMKM belum pernah mengikuti pelatihan terkait keberlanjutan. Hal ini mengindikasikan perlunya peningkatan akses terhadap informasi dan pelatihan yang relevan. ASEAN Capital Market Forum (ACMF) telah berupaya mengatasi masalah ini dengan merilis panduan ESG (Environmental, Social, Governance) yang disesuaikan dengan tingkat kematangan UMKM. Panduan ini membagi UMKM ke dalam tiga level: dasar, menengah, dan lanjutan, sehingga memudahkan adopsi bertahap.

GRI juga turut berkontribusi dengan menyediakan panduan pelatihan keberlanjutan dalam berbagai bahasa, termasuk Bahasa Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat mempermudah UMKM dalam memahami dan menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Penerapan laporan keberlanjutan menjadi semakin penting bagi UMKM karena adanya peningkatan permintaan dari pasar internasional. Negara-negara seperti India dan China kini mewajibkan perusahaan mereka untuk melakukan audit rantai pasok, yang mencakup mitra bisnis dari luar negeri, termasuk UMKM Indonesia.

Hal ini berarti bahwa UMKM Indonesia harus segera beradaptasi dengan tuntutan pasar global yang semakin peduli terhadap isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Jika tidak, mereka berisiko kehilangan peluang bisnis di pasar internasional. Dukungan dari pemerintah, lembaga terkait, dan penyedia pelatihan sangat dibutuhkan untuk membantu UMKM mengatasi kendala dan menerapkan praktik keberlanjutan secara efektif.