Kementerian HAM Pertimbangkan Penerapan Model Pendidikan Barak Militer Skala Nasional
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) tengah menjajaki kemungkinan untuk merekomendasikan model pendidikan berbasis barak militer, yang saat ini diterapkan di Jawa Barat, untuk diadopsi secara nasional. Wacana ini muncul setelah Menteri HAM menerima kunjungan dari tokoh yang menggagas program tersebut, dan melihat potensi positifnya dalam pembentukan karakter dan kedisiplinan siswa.
Natalius Pigai dari Kementerian HAM menyatakan ketertarikannya pada program yang digagas oleh Dedi Mulyadi, dan berencana untuk menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Jika program ini terbukti berhasil di Jawa Barat, Kementerian HAM akan mengusulkan agar model serupa dapat diterapkan secara luas di seluruh Indonesia. Pigai menekankan bahwa pendidikan di barak militer tidak melanggar HAM selama tidak ada hukuman fisik. Menurutnya, pendidikan yang layak adalah hak asasi yang dijamin oleh konstitusi, dan program ini berpotensi meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama dalam hal kedisiplinan, pengetahuan, mental, dan tanggung jawab.
Program ini dinilai selaras dengan visi Astacita Presiden Prabowo Subianto untuk mempersiapkan generasi bangsa yang berkualitas demi mencapai Indonesia Emas 2045. Pigai menekankan pentingnya karakter yang humanis, disiplin tinggi, mental yang kuat, produktivitas, dan tanggung jawab agar Indonesia dapat bersaing secara global dan memimpin dunia di masa depan.
Dedi Mulyadi sendiri menegaskan bahwa programnya tidak melanggar hak-hak anak, melainkan melatih disiplin siswa agar lebih mudah menerima pelajaran. Ia menjelaskan bahwa siswa yang mengikuti program ini seringkali bolos sekolah dan tidak mendapatkan lingkungan yang baik di rumah maupun di sekolah, sehingga menjadi anak jalanan. Dengan mengikuti program di barak, mereka mendapatkan lingkungan yang lebih kondusif untuk belajar dan berkembang.
Penting untuk dicatat bahwa siswa yang dibawa ke barak telah mendapatkan persetujuan dari orang tua. Selama mengikuti program yang berlangsung sekitar 28 hari, mereka tetap mendapatkan pendidikan formal dan didampingi oleh dokter, psikolog, dan guru mengaji. Mereka tetap terhubung dengan sekolah asal dan mengikuti ujian seperti biasa.
Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat akan berperan sebagai mitra dalam program ini, mengawasi pelaksanaannya untuk memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia. Program pendidikan karakter ala militer ini telah dimulai di Purwakarta dan Bandung sejak 2 Mei 2025. Sebanyak 39 pelajar SMP yang dianggap sulit diatur oleh sekolah dan keluarga dikirim ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Armed 9, Purwakarta. Sementara itu, 30 pelajar yang dianggap nakal di Bandung mengikuti sekolah militer di Rindam III Siliwangi, Bandung.
Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Jawa Barat menunjukkan bahwa sebanyak 272 siswa sekolah menengah atas di Jawa Barat telah dikirim ke barak militer. Peserta berasal dari 106 sekolah, termasuk SMA swasta, SMK swasta, SMA negeri, dan SMK negeri.