Paus Leo XIV: Jejak Kesederhanaan di Pedalaman Papua
Kardinal Robert Francis Prevost, OSA, telah terpilih sebagai Paus Leo XIV, menggantikan kepemimpinan Paus Fransiskus. Pemilihan ini terjadi pada Kamis (8/6/2025) malam waktu Vatikan, atau Jumat (9/5/2025) dini hari waktu Indonesia. Kisah tentang kesederhanaan Paus Leo XIV terungkap melalui pengalaman seorang pastor yang pernah berinteraksi dengannya.
Pastor Markus Malar, OSA, berbagi kenangannya tentang pertemuannya dengan Paus Leo XIV saat sang paus berkunjung ke Sorong, Papua Barat Daya, pada tahun 2003. Saat itu, Paus Leo XIV masih menjabat sebagai Prior Jenderal Ordo Agustinus (OSA) sedunia. Kunjungan tersebut merupakan bagian dari perayaan 50 tahun karya Ordo Agustinus di tanah Papua, sekaligus kesempatan untuk mengunjungi para saudara se-ordo yang bertugas di wilayah tersebut.
Pastor Markus terkesan dengan kesederhanaan Paus Leo XIV. Hal ini terlihat jelas selama kunjungannya ke Papua, di mana ia berinteraksi langsung dengan anggota Ordo Agustinus yang melayani umat Katolik di wilayah Kepala Burung. "Saya sangat terkesan dengan kesederhanaannya, juga senyumnya. Beliau selalu tersenyum saat menyampaikan materi," ungkap Pastor Markus dalam sebuah video.
Sebagai pemimpin tertinggi Ordo Agustinus (OSA) kala itu, Robert Francis Prevost meluangkan waktu untuk mengunjungi paroki-paroki terpencil yang dilayani oleh ordonya di Papua Barat Daya. Dua paroki yang dikunjunginya adalah Paroki Santo Yosep Ayawasi di Kabupaten Maybrat dan Paroki Santo Yosep Senopi di Kabupaten Tambrauw.
"Yang menarik adalah, saat itu Paroki Santo Yosep Ayawasi dan Paroki Santo Yosep Senopi masih memiliki pastoran yang sangat sederhana. Suasana kampung di Ayawasi dan Senopi juga masih sangat sederhana. Namun, Paus Leo XIV menunjukkan kesederhanaannya dengan berkunjung dan bahkan menginap di sana," jelas Pastor Markus. Kunjungan ini menjadi bukti nyata bahwa kesederhanaan bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi juga tercermin dalam tindakan.
Kunjungan Paus Leo XIV ke dua paroki tersebut memberikan pengalaman berharga baginya. Ia dapat merasakan keindahan alam Papua, khususnya di pedalaman Kepala Burung. Selain itu, ia juga merasakan kehangatan persahabatan dan persaudaraan dengan umat Katolik setempat. Pengalaman ini tentu menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi Paus Leo XIV dan juga bagi umat Katolik di Papua.