Wacana Barak Militer untuk Siswa Bermasalah: Kritik Pedas terhadap Kementerian Pendidikan
Polemik Wacana Barak Militer: Sebuah Cermin Kegagalan Pendidikan?
Wacana penerapan program barak militer sebagai solusi penanganan siswa bermasalah menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) secara tegas menolak usulan ini, menganggapnya sebagai indikasi kegagalan sistem pendidikan nasional yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
JPPI berpendapat bahwa ide yang digulirkan oleh Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) ini merupakan bentuk keputusasaan pemerintah dalam mencari solusi instan, alih-alih berfokus pada perbaikan sistem pendidikan secara komprehensif. Menurut mereka, sekolah seharusnya menjadi lingkungan yang aman dan menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar dan mengembangkan diri.
"Bagaimana mungkin di era modern ini, kita justru kembali pada pendekatan pendidikan yang represif dan militeristik?" Ujar Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI, mempertanyakan langkah tersebut. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini merupakan penghinaan terhadap akal sehat dan mengingkari esensi pendidikan yang seharusnya membebaskan, memberdayakan, dan mengembangkan potensi anak secara holistik.
JPPI khawatir bahwa penerapan program barak militer akan berdampak negatif pada perkembangan psikologis dan sosial anak-anak. Disiplin yang kaku dan potensi kekerasan di lingkungan militer dinilai dapat mematikan kreativitas, nalar kritis, dan kemerdekaan berpikir siswa. Hal ini justru akan menciptakan generasi yang patuh buta tanpa kemampuan untuk berpikir mandiri.
Tuntutan JPPI:
- Pembatalan total wacana penerapan program barak militer sebagai kebijakan pendidikan nasional.
- Pertanggungjawaban moral dan profesional dari pihak-pihak yang menggagas wacana tersebut.
- Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kemendikbudristek.
- Fokus dan investasi nyata pada penguatan sistem pendidikan yang humanis, inklusif, dan berorientasi pada pengembangan potensi anak.
Sebelumnya, Menteri HAM sempat menyampaikan niatnya untuk mengusulkan kepada Mendikdasmen agar program pendidikan siswa nakal di barak militer, seperti yang diterapkan di Jawa Barat, dapat diperluas ke seluruh Indonesia. Namun, usulan ini masih bersifat tentatif dan akan dievaluasi terlebih dahulu efektivitasnya.
Kontroversi seputar wacana barak militer ini mencerminkan perbedaan pandangan yang mendalam mengenai pendekatan yang tepat dalam menangani siswa bermasalah. Sementara sebagian pihak berpendapat bahwa disiplin yang ketat dapat membentuk karakter siswa, yang lain meyakini bahwa pendekatan yang lebih humanis dan berorientasi pada pengembangan potensi diri lebih efektif dalam jangka panjang.
Debat mengenai wacana barak militer ini masih terus berlanjut, dan belum ada kejelasan apakah program ini akan benar-benar diimplementasikan. Namun, satu hal yang pasti adalah bahwa masalah pendidikan di Indonesia membutuhkan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan, bukan sekadar solusi instan yang berpotensi melanggar hak-hak anak.