Swasembada Beras, Indonesia Ungguli Thailand dan Vietnam di Pasar Global

Indonesia Raih Swasembada Beras dan Dominasi Pasar ASEAN

Kabar baik datang dari sektor pertanian Indonesia. Kementerian Pertanian (Kementan) mengumumkan bahwa produksi beras nasional mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2025. Berdasarkan laporan Rice Outlook edisi April 2025 dari US Department of Agriculture (USDA), produksi beras Indonesia mencapai 34,6 juta ton. Capaian ini menempatkan Indonesia sebagai produsen beras terbesar di ASEAN, melampaui Vietnam dan Thailand.

Menurut Kementan, Cadangan Beras Pemerintah (CBP) mencapai 3,5 juta ton pada Mei 2025. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam 57 tahun terakhir dan sepenuhnya berasal dari produksi lokal, tanpa impor beras medium.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa Indonesia telah mencapai swasembada beras dan tidak lagi mengimpor beras konsumsi pada tahun 2025. Impor hanya dilakukan untuk keperluan khusus seperti hotel, restoran, dan kafe.

"Alhamdulillah, hari ini kita buktikan bahwa Indonesia bisa kuat stok berasnya. Ini bukan hanya soal angka, tapi soal kedaulatan dan martabat bangsa," ujar Amran.

Keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras petani, penyuluh, pemerintah daerah, serta dukungan penuh dari Presiden RI Prabowo Subianto. Strategi yang diterapkan meliputi pompanisasi, mekanisasi, dan penyediaan benih unggul.

Dampak pada Pasar Ekspor Beras Global

Dengan peningkatan produksi, Indonesia berkomitmen untuk tidak melakukan impor beras. Hal ini membalikkan keadaan sebelumnya, di mana Indonesia seringkali bergantung pada impor beras.

Sebagai informasi, Indonesia sebelumnya merupakan importir beras terbesar kelima di dunia pada tahun 2023, dengan total impor 3,06 juta ton. Sebagian besar diimpor dari Thailand (1,38 juta ton) dan Vietnam (1,15 juta ton).

Kini, Thailand mengalami tekanan karena ekspornya pada kuartal I 2025 anjlok 30% menjadi 2,1 juta ton. Secara keseluruhan, ekspor Thailand diperkirakan turun 24% menjadi 7,5 juta ton pada tahun 2025. Penurunan harga gabah domestik sebesar 30% pada Februari 2025 juga memicu protes dari petani Thailand.

Vietnam juga menghadapi tantangan. Setelah mengekspor 8 juta ton beras pada tahun 2023, Vietnam kini menghadapi persaingan dari beras murah India dan kehilangan pasar Indonesia. Ekspor Vietnam diprediksi turun 17% menjadi 7,5 juta ton pada tahun 2025.

Menteri Pertanian Vietnam Le Minh Hoan menyatakan bahwa Vietnam sedang berupaya memperluas pasar ekspor ke Timur Tengah dan Afrika, serta meningkatkan ekspor beras premium untuk bersaing di tengah persaingan harga yang ketat.

Kamboja juga merasakan dampaknya. Presiden Senat Kamboja Hun Sen menyatakan bahwa Kamboja kehilangan pasar penting karena Indonesia tidak lagi mengimpor beras. Kamboja kini mencari pasar baru di Eropa dan Asia Timur.

Penurunan Harga Beras Global

Harga beras global saat ini mengalami penurunan karena peningkatan produksi di India dan Indonesia. Menurut laporan Reuters, harga beras global telah turun sepertiga dibandingkan puncaknya pada tahun 2024. Presiden Asosiasi Eksportir Beras India, BV Krishna Rao, memperkirakan harga 5% broken rice akan bertahan di sekitar US$ 390 per ton hingga akhir tahun karena pasokan yang melimpah.

FAO mencatat bahwa produksi beras global pada 2024/2025 mencapai rekor tertinggi sebesar 543,6 juta metrik ton. Dengan tambahan stok sebelumnya, total pasokan global mencapai 743 juta ton, jauh di atas kebutuhan konsumsi dunia yang sebesar 539,4 juta ton.

India sendiri memiliki stok beras dan gabah pemerintah sebanyak 63,09 juta ton per 1 April 2025, lima kali lipat dari target 13,6 juta ton. India diprediksi akan meningkatkan ekspor sebesar 25%, mencapai 22,5 juta ton pada tahun 2025, menguasai lebih dari 40% pangsa ekspor global.