Ekonom Soroti Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang Melambat di Bawah 5 Persen
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Bawah Target, Apa Langkah Pemerintah Selanjutnya?
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 mencatatkan angka 4,87 persen. Angka ini memicu kekhawatiran di kalangan ekonom. Angka ini berada di bawah ekspektasi dan menimbulkan pertanyaan mengenai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Perlambatan ini terjadi di tengah kondisi pasar domestik dan global yang kurang menggembirakan, yang juga berdampak pada sektor ketenagakerjaan.
Wijayanto Samirin, ekonom senior Universitas Paramadina, menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen merupakan sinyal negatif. Terlebih jika dikaitkan dengan target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan 8 persen pada tahun 2029 dan menjadi negara berpenghasilan tinggi dengan GDP per kapita sebesar US$ 14.000 pada tahun 2045. Menurutnya, target-target tersebut menjadi semakin sulit dicapai dengan kondisi ekonomi saat ini. Perlambatan ini berpotensi meningkatkan angka pengangguran, yang pada gilirannya akan menurunkan penerimaan pajak negara dan meningkatkan kebutuhan akan program sosial.
Rekomendasi Kebijakan untuk Mendorong Pertumbuhan
Wijayanto menyarankan pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah kebijakan yang berfokus pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat. Beberapa langkah yang diusulkan antara lain:
- Relokasi Anggaran: Mengalihkan sumber daya dari program-program besar yang dinilai kurang efisien, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Merah Putih, dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), ke sektor-sektor yang lebih produktif.
- Insentif Sektor Manufaktur: Memberikan insentif dalam bentuk kebijakan dan pinjaman modal kerja dengan bunga yang terjangkau, khususnya untuk sektor manufaktur. Peningkatan utilisasi sektor manufaktur dapat memberikan dorongan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
- Pemberantasan Praktik Ilegal: Pemerintah perlu serius dalam memberantas praktik premanisme, penyelundupan, dan melakukan deregulasi untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
- Relaksasi Kebijakan Efisiensi: Melonggarkan kebijakan efisiensi yang terlalu ketat dan mengoptimalkan kembali anggaran yang sebelumnya diblokir.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menyoroti faktor lain yang mempengaruhi perlambatan ekonomi, yaitu penurunan pendapatan pekerja akibat minimnya lapangan kerja formal. Hal ini mendorong masyarakat untuk beralih ke sektor informal dengan pendapatan yang lebih rendah dan tidak pasti. Selain itu, tekanan ekonomi global akibat eskalasi geopolitik dan perang tarif antara AS dan China juga turut mempengaruhi prospek investasi di Indonesia.
Sinergi Kebijakan untuk Penciptaan Lapangan Kerja
Faisal menekankan pentingnya sinergi kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja yang berkualitas dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemerintah juga perlu memberikan insentif baik untuk sektor formal maupun informal agar sektor informal dapat menopang konsumsi dan menjaga permintaan di sektor usaha dan produksi.
Dengan langkah-langkah yang tepat dan terkoordinasi, diharapkan pemerintah dapat mengatasi perlambatan ekonomi dan mencapai target pertumbuhan yang telah ditetapkan. Upaya ini memerlukan fokus pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya beli masyarakat, dan perbaikan iklim investasi.