Industri Hiburan Malam Jakarta Terancam Gulung Tikar Akibat Rencana Larangan Merokok

Rencana pelarangan total aktivitas merokok di tempat hiburan malam oleh DPRD DKI Jakarta menuai protes keras dari pelaku usaha. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait dampak signifikan terhadap kelangsungan bisnis dan potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tersebut.

Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani, mengungkapkan bahwa kebijakan ini akan menjadi pukulan telak bagi industri hiburan malam yang baru saja terpukul oleh kenaikan pajak hiburan sebesar 40%. Menurutnya, larangan merokok sama saja dengan menutup paksa tempat-tempat hiburan malam. Hariyadi menekankan bahwa sebagian besar konsumen tempat hiburan malam adalah perokok, dan pembatasan ini akan menghilangkan daya tarik utama bagi pelanggan.

PHRI menyayangkan kurangnya keterlibatan mereka dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Hariyadi berharap agar DPRD DKI Jakarta mempertimbangkan secara matang seluruh aspek, termasuk dampaknya terhadap sektor usaha hiburan dan pariwisata yang memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah.

Dampak yang Mengkhawatirkan

Jika Ranperda KTR disahkan tanpa mempertimbangkan masukan dari pelaku usaha, Hariyadi memprediksi akan terjadi gelombang PHK besar-besaran akibat penutupan tempat hiburan malam. Ia menyoroti bahwa sektor ini merupakan penyerap tenaga kerja yang fleksibel dan memberikan kesempatan kerja bagi banyak orang.

"Kami berharap mendapatkan informasi yang jelas mengenai detail Ranperda KTR ini. Jika tujuannya adalah melarang total aktivitas merokok di tempat hiburan malam, maka sama saja dengan mematikan usaha kami. Pelaku usaha harus diajak berdiskusi, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang sulit seperti saat ini," tegas Hariyadi.

Potensi Celah dan Implikasi Pariwisata

Lebih lanjut, Hariyadi mengingatkan bahwa larangan merokok yang ketat dapat membuka celah bagi praktik pungutan liar oleh aparat di lapangan. Ia juga mempertanyakan bagaimana sektor pariwisata Jakarta dapat berkembang jika aturan yang ada justru memberatkan pelaku usaha.

"Kepada para wakil rakyat, tolong pikirkan nasib rakyat. Lapangan pekerjaan sekarang susah. Merokok itu aktivitas legal dan itu pilihan orang dewasa ketika berada di tempat hiburan malam. Selama ini aturannya sudah ada dengan berbagai pembatasan yang telah ditaati oleh pelaku usaha. Bagaimana segmen pariwisata kita bisa berkembang? Tolong objektif dalam membuat peraturan, jangan menyulitkan atau sampai mematikan seperti ini," imbaunya.

Pembentukan Pansus KTR

Sebagai informasi tambahan, DPRD DKI Jakarta telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) KTR melalui Surat Keputusan DPRD Nomor 11 Tahun 2025. Pansus ini bertugas membahas Ranperda KTR dan menargetkan penyelesaian dalam dua bulan ke depan.

Rapat perdana Pansus telah dilaksanakan pada awal April 2025, dipimpin oleh Ketua DPRD sekaligus Koordinator Pansus KTR, Khoirudin. Diharapkan, pembahasan Ranperda KTR dapat menghasilkan Peraturan Daerah (Perda) yang komprehensif dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kepentingan pelaku usaha dan masyarakat luas.

PHRI berharap DPRD DKI Jakarta dapat membuka diri terhadap masukan dari seluruh pihak terkait dan menghasilkan regulasi yang adil, transparan, dan tidak merugikan sektor usaha hiburan malam yang memiliki kontribusi penting bagi perekonomian Jakarta.