Aliansi Strategis Rusia-China: Menantang Dominasi Global dan Membangun Tatanan Dunia Multipolar
Aliansi Strategis Rusia-China: Menantang Dominasi Global
Pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping di Kremlin menjadi sorotan dunia. Penyambutan meriah dengan karpet merah menjadi simbol kedekatan kedua negara di tengah perubahan konstelasi geopolitik global. Momen ini menjadi penanda penting bagi Rusia yang terisolasi akibat konflik di Ukraina, menunjukkan bahwa Moskow masih memiliki sekutu kuat seperti Beijing. Kehadiran Xi Jinping juga menjadi pesan simbolis, mengabaikan surat perintah penangkapan Putin oleh Mahkamah Pidana Internasional.
Kesamaan Visi dalam Menantang Hegemoni AS
Meskipun memiliki perbedaan dalam kekuatan ekonomi dan fokus pembangunan, Rusia dan China memiliki kesamaan visi dalam menantang dominasi Amerika Serikat. Rusia, dengan ekonominya yang lebih kecil dan bergantung pada ekspor sumber daya alam, melihat China sebagai mitra strategis untuk mengatasi sanksi dan pembatasan. Sementara itu, China yang fokus pada pengembangan teknologi masa depan seperti AI dan manufaktur cerdas, membutuhkan dukungan politik dan diplomatik dari Rusia untuk mewujudkan ambisinya menjadi kekuatan global.
Xi Jinping menegaskan bahwa China dan Rusia akan bersama-sama menjaga tatanan internasional yang berpusat pada PBB dan hukum internasional, menolak segala bentuk hegemonisme dan mendukung multilateralisme sejati. Pernyataan ini menggarisbawahi keinginan kedua negara untuk membangun sistem dunia yang lebih adil dan setara.
Memperkuat Kemitraan Anti-AS di Tengah Ketegangan Global
China melihat kebijakan unilateral dan impulsif AS, terutama di bawah kepemimpinan Donald Trump, sebagai penyebab instabilitas global. Ketegangan perdagangan dan politik antara AS dan China semakin meningkat, mendorong Beijing untuk mencari cara menantang dominasi AS. Kunjungan Putin ke Beijing untuk merayakan kemenangan atas agresi Jepang dalam Perang Dunia II juga menunjukkan soliditas hubungan kedua negara.
Putin menekankan bahwa kemitraan strategis dengan China bertujuan untuk kepentingan rakyat kedua negara dan tidak ditujukan untuk melawan pihak ketiga. Namun, analis melihat bahwa kemitraan ini juga memiliki batasnya, yang ditentukan oleh realitas geopolitik dan hubungan masing-masing negara dengan Barat.
Ambisi dan Kekhawatiran di Balik Aliansi
China ingin memastikan bahwa Rusia akan mendukungnya jika terjadi konflik dengan Taiwan. Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi pembangkang dan mengkhawatirkan gerakan separatis. Latihan militer gabungan antara Rusia dan China semakin intensif, meningkatkan kemampuan proyeksi kekuatan dan kesiapan tempur bersama.
Di Taiwan, kekhawatiran meningkat dengan terpilihnya William Lai yang mendukung kemerdekaan. China menganggap ini sebagai garis merah dan dapat menggunakan Undang-Undang Anti-Pemisahan sebagai dasar untuk intervensi militer. Namun, Taiwan masih berada di bawah perlindungan AS yang memiliki kewajiban memberikan bantuan militer jika diserang.
Kemitraan Rusia-China merupakan fenomena kompleks yang didorong oleh kepentingan bersama dan kekhawatiran masing-masing negara. Aliansi ini berpotensi mengubah tatanan dunia dan memunculkan tantangan baru bagi stabilitas global.
- Kerja Sama Strategis
- Dominasi Global
- Kekuatan Militer