Jennie BLACKPINK Ungkap Perjuangan Melawan Burnout dan Dampaknya pada Kesehatan Mental

Dalam sebuah wawancara yang mendalam, Jennie BLACKPINK berbagi kisah tentang perjuangannya menghadapi kelelahan ekstrem atau burnout di puncak kariernya. Pengakuan ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang tekanan yang dihadapi para bintang K-Pop di tengah jadwal yang padat dan tuntutan industri yang tinggi.

Jennie menceritakan bahwa kondisi fisik dan emosionalnya mengalami penurunan drastis tidak lama setelah debut BLACKPINK. Grup ini langsung melesat menjadi fenomena global, yang berarti jadwal tur dunia dan penampilan di berbagai festival besar di seluruh dunia menjadi rutinitas yang melelahkan. Ditambah lagi, peluncuran single solo perdananya semakin memperburuk keadaannya, sehingga ia tidak memiliki waktu untuk beristirahat dan memprioritaskan kesehatannya.

"Saya kehilangan berat badan secara signifikan, sering mengalami cedera pergelangan kaki, dan kesehatan saya secara keseluruhan memburuk," ungkap Jennie. Ia menambahkan bahwa setelah debut, ia merasa terus berlari tanpa henti, jarang bersosialisasi di luar pekerjaan, dan hal ini berdampak negatif pada kesehatan mentalnya. Meskipun menerima banyak pujian dan pengakuan atas karyanya, ia merasa kesulitan untuk terhubung dengan orang-orang terdekatnya dan merasa tidak mampu melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya.

Masa-masa sulit itu membuat Jennie melihat segala sesuatu dari sudut pandang negatif dan merasa kehabisan energi. Ia yang biasanya dikenal sebagai pribadi yang penuh kasih sayang dan cinta, merasa dikuasai oleh emosi-emosi negatif. "Saya selalu merasa sulit untuk menghadapi konflik dan kebencian, tetapi saat itu perasaan-perasaan itu benar-benar menguasai diri saya. Saya merasa tidak bertindak seperti diri saya yang sebenarnya," jelasnya.

Jennie bahkan merasa khawatir akan menyakiti orang-orang yang ia cintai karena emosi negatif yang membelenggunya. Ia bersyukur karena dukungan dari rekan-rekan satu grupnya, yang membantunya untuk merenungkan diri sendiri. Namun, ia masih merasa terjebak dalam pusaran emosi yang negatif.

Titik balik terjadi saat pandemi COVID-19 melanda dunia, yang memaksanya untuk mengambil jeda panjang dari pekerjaannya. Selama masa istirahat ini, Jennie memanfaatkan waktu untuk menekuni hobi baru dan mengevaluasi kembali prioritasnya. Ia menyadari bahwa kesehatan adalah aset yang paling berharga dan harus menjadi prioritas utama.

"Setelah mendirikan perusahaan sendiri dan bekerja secara mandiri, saya menyadari bahwa kesehatan harus menjadi prioritas utama," ujarnya. Pengalaman ini mengajarkan Jennie untuk lebih menghargai diri sendiri dan menyeimbangkan kehidupan pribadi dan profesionalnya.

Kisah Jennie ini menjadi pengingat penting bagi kita semua, terutama bagi mereka yang bekerja di industri yang penuh tekanan, tentang pentingnya menjaga kesehatan mental dan fisik. Mengakui batasan diri dan memprioritaskan kesejahteraan adalah kunci untuk mencapai kesuksesan jangka panjang dan kebahagiaan sejati.