Penggeledahan Kasus Harun Masiku Diduga Dimonitor Tim Hukum PDIP, KPK Ungkap di Persidangan Hasto Kristiyanto
KPK: Penggeledahan Kasus Harun Masiku Terpantau Tim Hukum PDIP
Dalam persidangan kasus dugaan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto, penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti mengungkapkan bahwa penggeledahan terkait kasus Harun Masiku termonitor oleh tim hukum DPP PDIP. Rossa menduga, tindakan monitoring tersebut terkait dengan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Keterangan ini disampaikan Rossa saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/5/2025).
Rossa menjelaskan, Hasto diduga telah melakukan perbuatan yang menghalangi proses penyidikan, termasuk memerintahkan Harun Masiku untuk menghilangkan ponselnya. Perintah ini, menurut Rossa, disampaikan melalui seorang petugas keamanan (satpam) di kantor DPP PDIP bernama Nurhasan.
"Kami akan menjelaskan konstruksi Pasal 21 tentang perintangan penyidikan. Upaya mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung termasuk dalam kategori ini. Perbuatan terdakwa secara tidak langsung memerintahkan Harun Masiku melalui Nurhasan untuk menenggelamkan handphone," ujar Rossa.
Rossa menambahkan, timnya kembali dimasukkan ke dalam satuan tugas (satgas) penanganan perkara Harun Masiku pada tahun 2023. Sebelumnya, satgas tersebut sempat dibubarkan setelah mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, mengumumkan kepada publik mengenai rencana operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus Harun Masiku pada 8 Januari 2020.
"Baru pada tahun 2023, tepatnya bulan Mei, satgas kami dimasukkan kembali ke dalam perkara ini dengan surat perintah penyidikan (Sprindik) tambahan. Saat itu, misi yang diemban oleh satgas kami hanya untuk melakukan pencarian Harun Masiku saja. Membantu pencarian DPO saja," jelasnya.
Dalam upaya pencarian Harun Masiku, Rossa mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan beberapa kali penggeledahan, termasuk di area parkir sebuah apartemen di Jakarta.
"Kami memang sudah beberapa kali melakukan penangkapan terhadap DPO. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman kami, untuk membuat perkara ini terang, harus dimulai dari TKP awal. Maka, satgas kami melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, salah satunya di tempat parkir apartemen di wilayah Jakarta," kata Rossa.
Jaksa kemudian menggali informasi terkait hasil penggeledahan di area parkir tersebut. Rossa menjelaskan bahwa timnya menemukan mobil yang diduga milik Harun Masiku, yang sudah lama terparkir. Selain itu, ditemukan pula dokumen dan petunjuk lain, termasuk foto Harun Masiku bersama seorang ketua partai yang ditunjukkan kepada mantan Ketua KPU, Arief Budiman.
"Apa yang ditemukan?" tanya jaksa.
"Di situ ada terparkir mobil Harun Masiku yang sudah lama terparkir, dan kami menemukan beberapa dokumen serta petunjuk pada mobil tersebut. Di antaranya, menguatkan keterangan dari saksi Ketua KPU (Arief Budiman) pada saat itu, bahwa Harun Masiku pernah menemuinya dengan membawa foto-foto dirinya bersama ketua partai. Dan kita dapat foto-foto itu ada di situ," jawab Rossa.
Selanjutnya, tim KPK melakukan penggeledahan di rumah mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, di Purwokerto, dengan tujuan mencari keberadaan Harun Masiku. Namun, mereka hanya bertemu dengan anak Wahyu Setiawan.
"Selain mobil, foto apa lagi yang meyakinkan, menambahkan alat bukti untuk tim, menyakinkan bahwa tadi ada perbuatan perintangan, apalagi yang ditemukan?" tanya jaksa.
"Kemudian, setelah melakukan penggeledahan, kami berangkat menuju Semarang untuk melakukan pemeriksaan kepada terpidana Wahyu Setiawan, yang waktu itu sudah divonis. Ternyata, saat kami sampai di Semarang, Wahyu Setiawan sudah mendapatkan pembebasan bersyarat (PB). Sehingga, kami berinisiatif melakukan penggeledahan di rumah Wahyu yang ada di Purwokerto," jawab Rossa.
"Ditemukan apa di sana?" tanya jaksa.
"Pada saat kami melakukan penggeledahan di rumah Wahyu, kami hanya bertemu anaknya. Kami berusaha persuasif karena tujuan kami saat itu adalah menemukan Harun Masiku," jawab Rossa.
Rossa kemudian mengungkapkan bahwa serangkaian penggeledahan yang dilakukan ternyata termonitor oleh tim hukum DPP PDIP. Ia meyakini bahwa monitoring tersebut terkait dengan Hasto Kristiyanto.
"Faktanya adalah, penggeledahan-penggeledahan yang kami lakukan ini termonitor dari pihak tim hukum DPP, yang dalam hal ini kami menduga menjadi bagian dari Hasto Kristiyanto atau terdakwa," tegasnya.
Penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di rumah kerabat Harun Masiku di Jakarta Timur. Di lokasi ini, ditemukan barang bukti elektronik (BBE) yang mengindikasikan adanya upaya penyelarasan keterangan agar kasus ini tidak menyeret nama Hasto Kristiyanto.
"Kemudian, kami melakukan penggeledahan juga terhadap salah satu kerabat Harun Masiku yang ada di Jakarta Timur. Setelah kami melakukan penggeledahan itu, yang bersangkutan ditemui oleh tim dari penasihat hukum juga. Nah, ini sampai complain kepada saya, kenapa saya bisa diketahui," kata Rossa.
"Nah, dari situ kami menemukan petunjuk bahwa ada yang perlu kita lakukan penggeledahan yaitu namanya Simon Petrus. Setelah kita lakukan penggeledahan di rumah Simon Petrus ini, kami menemukan BBE yang terkait dengan upaya-upaya penyelarasan keterangan supaya perkara ini tidak melibatkan atau terbuka terkait dengan perannya terdakwa," tambahnya.
Dalam dakwaannya, KPK menuduh Hasto Kristiyanto telah merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku, yang telah menjadi buron sejak tahun 2020. Hasto dituduh memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya agar tidak terlacak oleh KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Selain itu, Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku untuk selalu berada di kantor DPP PDIP agar tidak terlacak oleh KPK. Tindakan Hasto tersebut diduga telah membantu Harun Masiku melarikan diri.
Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta. Jaksa menyatakan bahwa suap tersebut diberikan agar Wahyu Setiawan membantu mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 atas nama Harun Masiku. Hasto didakwa memberikan suap bersama-sama dengan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, serta Harun Masiku. Donny saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara Saeful Bahri telah divonis bersalah. Harun Masiku sendiri masih berstatus buron.