Wacana Pendidikan Militer Nasional untuk Siswa Bermasalah Tuai Sorotan DPR

DPR Minta Kajian Mendalam Terkait Pendidikan Militer Nasional bagi Siswa Bermasalah

Wacana penerapan pendidikan di barak militer sebagai program nasional untuk menangani siswa bermasalah menuai beragam tanggapan. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menekankan perlunya pengkajian mendalam sebelum merealisasikan gagasan tersebut. Menurutnya, meskipun inovasi dalam pendidikan untuk membentuk karakter disiplin, tangguh, dan berjiwa kebangsaan patut diapresiasi, pendekatan model pendidikan di barak memerlukan telaah komprehensif.

"Efektivitas, kesiapan infrastruktur, dan kesesuaian dengan prinsip pendidikan nasional yang humanis dan inklusif harus menjadi pertimbangan utama," ujar Lalu Hadrian Irfani. Pendidikan karakter, diakuinya, memang krusial dalam menghadapi kompleksitas tantangan zaman. Model pendidikan barak, dengan penekanan pada disiplin, kerja sama, dan nilai-nilai kebangsaan, berpotensi menjadi pelengkap sistem pendidikan formal.

Namun, Lalu mengingatkan bahwa penerapan skema pengiriman siswa ke barak militer tidak dapat digeneralisasi untuk seluruh pelajar di Indonesia. Perbedaan latar belakang dan kondisi psikologis siswa menuntut pendekatan yang lebih personal. Penerapan pendekatan keras dan militeristik, tanpa penyesuaian dengan usia dan tahap perkembangan siswa, justru berpotensi kontraproduktif.

Oleh karena itu, pendidikan di barak militer dapat dipertimbangkan sebagai alternatif program penguatan karakter, namun dengan pelaksanaan yang terbatas, bertahap, dan berbasis pada evaluasi ilmiah. Lalu juga mendorong pelibatan aktif ahli pendidikan, psikolog anak, serta tokoh masyarakat dalam proses uji coba program secara nasional.

Sebelumnya, usulan pendidikan militer untuk siswa bermasalah mencuat dari Menteri HAM, Natalius Pigai, yang berencana mengusulkannya kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen). Pigai meyakini bahwa pengiriman siswa bermasalah ke barak militer dapat diterapkan secara masif di seluruh Indonesia. Menurutnya, kebijakan ini efektif dalam mendidik mental dan karakter siswa, serta tidak melanggar HAM karena bertujuan untuk mendidik anak-anak bermasalah.

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam wacana ini:

  • Efektivitas pendidikan militer: Perlu ada penelitian mendalam mengenai efektivitas pendidikan militer dalam membentuk karakter siswa bermasalah.
  • Kesiapan infrastruktur: Kesiapan barak militer dan tenaga pengajar untuk menangani siswa dengan beragam latar belakang dan masalah perlu dipastikan.
  • Kesesuaian dengan prinsip pendidikan nasional: Pendidikan militer harus selaras dengan prinsip pendidikan nasional yang humanis dan inklusif.
  • Pendekatan individual: Pendekatan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia, tahap perkembangan, dan kondisi psikologis masing-masing siswa.
  • Evaluasi berkala: Program pendidikan militer harus dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas dan dampaknya.

Wacana pendidikan militer nasional bagi siswa bermasalah masih memerlukan pembahasan dan pengkajian lebih lanjut. Keterlibatan berbagai pihak, termasuk ahli pendidikan, psikolog anak, dan tokoh masyarakat, sangat penting untuk memastikan keberhasilan program ini.