Terjangan Rob di Demak: Warga Pesisir Berjuang di Tengah Keterbatasan Ekonomi dan Kerusakan Lingkungan

Dukuh Timbulsloko, sebuah wilayah di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menjadi saksi bisu perjuangan warga dalam menghadapi dampak abrasi dan banjir rob yang tak kunjung usai. Selama bertahun-tahun, gelombang pasang telah mengikis daratan, memaksa warga untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang semakin memprihatinkan.

Kondisi geografis yang berubah drastis memaksa sekitar seratus kepala keluarga yang masih bertahan untuk membangun rumah panggung sebagai solusi untuk tetap tinggal di wilayah yang terendam air laut. Hilangnya lahan pertanian akibat abrasi juga berdampak pada perubahan mata pencaharian warga. Banyak dari mereka beralih profesi menjadi buruh pabrik, pekerja konstruksi, atau nelayan musiman.

Ketua Karang Taruna Dukuh Timbulsloko, Bowo Prasetyo, mengungkapkan bahwa keselamatan warga menjadi prioritas utama saat air pasang. Pemuda setempat secara sukarela berjaga-jaga untuk mengantisipasi kerusakan rumah atau infrastruktur akibat gelombang tinggi. Pengalaman pahit terjadi pada Desember 2024 ketika cuaca ekstrem menyebabkan kerusakan parah pada rumah warga.

Warga sebenarnya memiliki keinginan untuk relokasi secara kolektif, tetapi terhambat oleh faktor ekonomi dan ikatan emosional dengan tanah kelahiran. Keterbatasan aksesibilitas juga menjadi masalah serius. Jalan sepanjang satu kilometer yang menjadi akses utama hanya bisa dilalui sepeda motor dan mengalami kerusakan parah akibat erosi. Bahkan, saat air laut pasang, jalan tersebut tidak dapat dilalui, dan jembatan kayu menjadi satu-satunya penghubung antar rumah.

Kondisi serupa juga dialami oleh warga Desa Purwosari, Kecamatan Sayung. Misbahul Munir, seorang tokoh masyarakat setempat, menceritakan bahwa wilayah tempat tinggalnya dulunya adalah lahan pertanian yang subur. Namun, sejak tahun 2005, rob mulai merambah permukiman dan memaksa sebagian warga untuk mengungsi.

Banjir rob di Kecamatan Sayung telah meluas ke sepuluh desa di bagian utara jalur Pantura Semarang–Demak. Desa-desa tersebut meliputi Sidorejo, Banjarsari, Surodadi, Tugu, Timbulsloko, Gemulak, Sidogemah, Purwosari, Bedono, dan Sriwulan. Kerusakan yang ditimbulkan mencakup ribuan rumah, tempat ibadah, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur desa.

Menurut KH Lutfin Najib, Ketua Tanfidziyah MWC NU Sayung, situasi ini membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak. Penanggulangan banjir rob dan dampaknya memerlukan solusi komprehensif dan berkelanjutan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan pesisir.