Kejagung Dalami Dugaan Obstruction of Justice: Istri Tom Lembong Dimintai Keterangan

Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus melakukan pendalaman terkait dugaan tindak pidana perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam beberapa kasus besar yang sedang ditangani. Sebagai bagian dari proses tersebut, Fransisca Wihardja, istri dari mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasi Lembong, atau yang lebih dikenal dengan Tom Lembong, telah dimintai keterangan oleh tim penyidik pada hari Jumat.

Menurut keterangan resmi dari Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, pemeriksaan terhadap Fransisca Wihardja ini bertujuan untuk memperkuat bukti-bukti yang ada serta melengkapi berkas perkara terkait dugaan perintangan penyidikan, penuntutan, hingga proses peradilan. Kasus-kasus yang diduga terkait dengan upaya perintangan ini meliputi beberapa perkara yang menjadi perhatian publik, yaitu dugaan korupsi di PT Timah, kasus korupsi impor gula, serta perkara suap dalam penanganan ekspor minyak sawit mentah.

Selain Fransisca Wihardja, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap istri dari salah seorang tersangka dalam kasus ini, yaitu Junaedi Saibih, dengan inisial CA. Penetapan tersangka dalam kasus perintangan penyidikan ini sebelumnya telah dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap empat orang yang diduga terlibat dalam upaya menghalang-halangi proses hukum yang sedang berjalan.

Keempat tersangka tersebut adalah Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, yang berprofesi sebagai advokat, Tian Bahtiar yang menjabat sebagai Direktur Pemberitaan di JAK TV, serta M Adhiya Muzakki, yang diduga berperan sebagai pengendali aktivitas buzzer di berbagai platform media sosial.

Dalam konstruksi perkara ini, para tersangka diduga kuat telah melakukan serangkaian tindakan yang bertujuan untuk menciptakan opini publik negatif terhadap Kejaksaan Agung. Opini negatif ini diharapkan dapat mengganggu atau menghalangi penanganan perkara-perkara besar yang sedang diusut oleh lembaga tersebut.

Adhiya Muzakki, yang diduga memimpin sekitar 150 buzzer, disinyalir menerima aliran dana sebesar Rp 864,5 juta dari Marcella Santoso. Dana tersebut diduga digunakan untuk menyebarkan konten-konten negatif yang merugikan citra Kejaksaan Agung di mata masyarakat. Sementara itu, Tian Bahtiar diduga menerima dana sebesar Rp 487 juta dari Marcella dan Junaedi untuk tujuan yang sama, yaitu menyiarkan berita dan konten yang mendiskreditkan Kejaksaan Agung melalui media yang dipimpinnya.

Lebih lanjut, Marcella dan Junaedi diduga sebagai pihak yang menginisiasi dan menyelenggarakan berbagai kegiatan, seperti seminar dan unjuk rasa, yang sengaja dirancang untuk menciptakan sentimen negatif terhadap Kejaksaan Agung. Kegiatan-kegiatan ini kemudian diliput dan diberitakan oleh Tian Bahtiar melalui JAK TV, yang semakin memperkuat diseminasi opini negatif di tengah masyarakat.

Berikut rincian dugaan peran masing-masing tersangka:

  • Marcella Santoso dan Junaedi Saibih: Diduga sebagai penyelenggara seminar dan unjuk rasa bernada negatif terhadap Kejagung.
  • Tian Bahtiar: Diduga menerima dana untuk memberitakan konten negatif tentang Kejagung melalui JAK TV.
  • M Adhiya Muzakki: Diduga mengendalikan buzzer untuk menyebarkan konten negatif tentang Kejagung di media sosial.