Mahasiswa Ungkap Kejanggalan Pembahasan UU TNI, Soroti Rapat Tertutup di Hotel Mewah
Lima mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad) menggugat secara formal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Gugatan ini menyoroti proses pembahasan undang-undang yang dinilai tidak transparan dan menyimpang dari prosedur standar.
Dalam dokumen permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi, para pemohon menyoroti serangkaian kejanggalan dalam pembentukan UU 3/2025. Salah satu poin utama yang digarisbawahi adalah pelaksanaan rapat pembahasan di sebuah hotel mewah bintang lima, Fairmont Jakarta, pada tanggal 14-15 Maret 2025. Rapat tersebut diselenggarakan secara tertutup dan menuai kritik karena dianggap tidak transparan, menghambur-hamburkan anggaran negara, dan menghalangi partisipasi publik dalam proses legislasi.
Para pemohon berpendapat bahwa proses pengambilan keputusan terkait UU 3/2025 terkesan terburu-buru. Mereka mencatat bahwa persetujuan tingkat pertama dilakukan pada tanggal 18 Maret 2025, dan hanya dua hari kemudian, pada tanggal 20 Maret, undang-undang tersebut disahkan dalam rapat paripurna DPR-RI. Kecepatan ini menimbulkan pertanyaan tentang kualitas pembahasan dan partisipasi publik dalam penyusunan undang-undang.
Gugatan tersebut juga menyoroti pelanggaran terhadap asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Para pemohon berargumen bahwa asas kejelasan tujuan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, serta asas keterbukaan tidak diterapkan secara memadai dalam proses pembentukan UU TNI. Ketidakpatuhan terhadap asas-asas ini, menurut para pemohon, mengakibatkan cacat formal pada undang-undang tersebut.
Berdasarkan argumen-argumen tersebut, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa pembentukan UU 3/2025 tentang TNI tidak memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Mereka juga meminta Mahkamah untuk menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, gugatan ini menjadi sorotan terhadap proses legislasi di Indonesia dan menyoroti pentingnya transparansi, partisipasi publik, dan kepatuhan terhadap asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Berikut adalah poin-poin penting yang disoroti dalam gugatan:
- Rapat Tertutup di Hotel Mewah: Pelaksanaan rapat pembahasan UU TNI di hotel mewah secara tertutup dinilai tidak transparan dan menghambur-hamburkan anggaran.
- Proses Pengambilan Keputusan yang Terburu-buru: Persetujuan dan pengesahan UU TNI dalam waktu singkat menimbulkan pertanyaan tentang kualitas pembahasan dan partisipasi publik.
- Pelanggaran Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: Ketidakpatuhan terhadap asas kejelasan tujuan, kedayagunaan, dan keterbukaan dalam pembentukan UU TNI dianggap sebagai cacat formal.
Gugatan ini menjadi pengingat akan pentingnya proses legislasi yang transparan, akuntabel, dan partisipatif untuk memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan mencerminkan kepentingan publik dan sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum.