Survei Ungkap Prioritas Generasi Muda Korsel: Karier Ungguli Pernikahan dan Keluarga

Sebuah studi terbaru mengungkap perubahan signifikan dalam nilai-nilai generasi muda Korea Selatan, di mana karier kini menjadi prioritas utama dibandingkan dengan pernikahan dan memiliki anak. Laporan yang dirilis oleh Komite Kepresidenan untuk Kohesi Nasional ini menyoroti bagaimana aspirasi profesional telah melampaui pertimbangan tradisional seperti keluarga dan hubungan pribadi.

Survei yang melibatkan 2.690 responden berusia 25 hingga 44 tahun, dilakukan secara daring selama periode dua minggu, menggali persepsi mereka tentang keseimbangan antara kehidupan keluarga dan pekerjaan. Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas responden, tanpa memandang jenis kelamin, menempatkan pekerjaan sebagai aspek terpenting dalam hidup mereka. Angka yang mencolok, 38,1 persen, memilih karier sebagai prioritas utama, diikuti oleh kehidupan pribadi yang mencakup waktu luang dan pemenuhan diri (23,1 persen), hubungan romantis termasuk kencan dan pernikahan (22 persen), dan terakhir anak-anak (16,8 persen).

Analisis lebih lanjut mengungkapkan perbedaan halus dalam perspektif antara pria dan wanita. Sementara pekerjaan tetap menjadi prioritas tertinggi bagi kedua jenis kelamin, wanita cenderung lebih menekankan kehidupan pribadi (24,5 persen) dibandingkan hubungan romantis (20,9 persen). Sebaliknya, pria menempatkan hubungan romantis (23,1 persen) sedikit di atas kehidupan pribadi (21,7 persen). Namun, yang paling mencolok adalah bahwa anak-anak secara konsisten berada di urutan terbawah dalam daftar prioritas bagi kedua jenis kelamin, dengan hanya 17 persen wanita dan 16,6 persen pria yang menganggapnya sebagai yang paling penting.

Menariknya, temuan ini konsisten di seluruh kelompok usia dan status orang tua. Bahkan di antara responden yang sudah memiliki anak, pekerjaan tetap menjadi prioritas utama, menggarisbawahi pergeseran nilai yang mendalam dalam masyarakat Korea Selatan. Anak-anak secara konsisten menduduki peringkat terendah, kecuali di antara wanita berusia awal 40-an, yang mungkin mencerminkan perubahan perspektif seiring bertambahnya usia dan perubahan prioritas keluarga.

Survei juga menggali pandangan tentang peran gender tradisional. Sebagian besar responden, baik pria maupun wanita, tidak setuju dengan anggapan bahwa status pekerjaan seorang ibu berdampak negatif pada anak-anaknya. Hal ini menunjukkan perubahan sikap terhadap perempuan yang bekerja dan semakin diterimanya peran ganda perempuan sebagai ibu dan profesional.

Selain itu, mayoritas responden, sekitar 70 persen pria dan 80 persen wanita, menyatakan dukungan kuat untuk peningkatan keterlibatan pria dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, terutama dalam rumah tangga dengan kedua orang tua bekerja. Dukungan ini mencerminkan pengakuan yang berkembang atas pentingnya berbagi tanggung jawab domestik dan pengasuhan anak secara adil antara pria dan wanita.

Laporan tersebut menyimpulkan bahwa tingkat persetujuan yang tinggi antara pria dan wanita mengenai pergeseran peran gender, dengan wanita lebih terlibat dalam pekerjaan dan pria lebih terlibat dalam kehidupan keluarga, menunjukkan perlunya adopsi kebijakan yang efektif untuk mendukung tren ini. Hal ini mungkin mencakup kebijakan yang mempromosikan kesetaraan gender di tempat kerja, menyediakan layanan penitipan anak yang terjangkau, dan mendorong pria untuk mengambil cuti orang tua.

Pergeseran prioritas ini mencerminkan tantangan yang dihadapi generasi muda Korea Selatan dalam menyeimbangkan aspirasi karir dengan harapan tradisional untuk menikah dan memiliki keluarga. Tekanan ekonomi, biaya hidup yang tinggi, dan meningkatnya persaingan di pasar kerja semuanya berkontribusi pada keputusan untuk menunda atau bahkan menghindari pernikahan dan memiliki anak. Temuan survei ini memiliki implikasi yang luas bagi kebijakan publik dan perencanaan sosial di Korea Selatan, yang perlu beradaptasi dengan perubahan nilai dan kebutuhan generasi muda.