Penutupan UMKM Mama Khas Banjar: Sorotan Nasional Terhadap Perlindungan Usaha Mikro
Kasus penutupan permanen UMKM Mama Khas Banjar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, telah memicu gelombang reaksi dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat setempat, anggota DPR, hingga pejabat pemerintah. Toko yang menjadi wadah bagi nelayan untuk menjual ikan asin dan produk olahan lokal ini terpaksa menghentikan operasionalnya akibat proses hukum yang menjerat pemiliknya.
Istri pemilik toko, Ani, mengungkapkan bahwa ketakutan para nelayan dan pelaku UMKM menjadi penyebab utama penutupan tersebut. Suaminya, Firly Norachim, didakwa atas tuduhan menjual produk olahan laut tanpa label dan tanggal kedaluwarsa. Kondisi ini membuat para pemasok merasa khawatir dan enggan menitipkan barang dagangan mereka.
Kronologi Kasus
Persoalan bermula ketika seorang konsumen melaporkan Mama Khas Banjar ke Polda Kalimantan Selatan pada Desember 2024. Laporan tersebut menyoroti produk yang tidak mencantumkan informasi kadaluarsa. Tindak lanjut dari laporan ini adalah pemanggilan Firly oleh penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Kalsel, penyitaan 35 produk sebagai barang bukti, dan penahanan Firly.
Kasus ini kemudian dilimpahkan ke kejaksaan dan bergulir di pengadilan. Firly dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (1) huruf g dan i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Reaksi dan Upaya Pembelaan
Kasus Mama Khas Banjar menarik perhatian DPR RI. Komisi VII DPR dan DPRD Kota Banjarbaru menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk membahas permasalahan ini. Anggota Komisi II DPRD Banjarbaru, Emi Lasari, menekankan pentingnya pendekatan pembinaan bagi UMKM yang berhadapan dengan masalah hukum. Ia berharap tindakan pidana menjadi pilihan terakhir.
Anggota Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI, Adian Napitupulu, menegaskan bahwa negara seharusnya melindungi dan mempermudah UMKM, bukan malah mempersulit mereka. Ia juga mengusulkan penggunaan prinsip restorative justice dalam penanganan kasus UMKM.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman bahkan turun tangan dengan mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam kasus ini. Permohonan tersebut telah diterima pengadilan, dan Maman dijadwalkan hadir di Pengadilan Negeri Banjarbaru pada 14 Mei 2025.
Peran Amicus Curiae
Sebagai amicus curiae, Maman akan memberikan opini hukum untuk memperkaya pertimbangan hakim. Salah satu poin yang akan disampaikan adalah isi perjanjian kerja sama antara Kementerian UMKM dan Polri yang menekankan penyelesaian kasus UMKM melalui pembinaan.
Momentum Pembelajaran
Maman Abdurrahman berharap kasus ini menjadi momentum pembelajaran bagi semua pihak, termasuk aparat hukum dan pelaku UMKM. Ia mendorong aparat hukum untuk memberikan edukasi terlebih dahulu sebelum memproses hukum pelaku UMKM. Di sisi lain, ia juga mengingatkan pelaku UMKM untuk lebih tertib dalam menjalankan usaha, termasuk dalam hal perizinan dan kelengkapan produk.
Kasus Mama Khas Banjar menjadi cerminan kompleksitas permasalahan yang dihadapi UMKM di Indonesia. Di satu sisi, penegakan hukum diperlukan untuk melindungi konsumen. Namun, di sisi lain, pembinaan dan dukungan terhadap UMKM juga krusial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kasus ini menyoroti perlunya keseimbangan antara penegakan hukum dan pembinaan dalam pengembangan UMKM.