Penertiban Bangunan di Kalimalang Bekasi Ditolak Pedagang: Kekhawatiran Keamanan dan Mata Pencaharian Mengemuka
Rencana Pemerintah Kota Bekasi untuk menertibkan bangunan-bangunan yang berdiri di sepanjang bantaran Sungai Kalimalang, tepatnya di sekitar Universitas Islam 45 (Unisma), menuai penolakan keras dari para pedagang kaki lima (PKL) yang menggantungkan hidup mereka di lokasi tersebut.
Para pedagang mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait dampak sosial dan ekonomi yang mungkin timbul akibat penertiban ini. Kusnan Effendi, Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Koperasi Mulia Sejahtera, menyampaikan bahwa mereka khawatir penertiban justru akan meningkatkan kerawanan di wilayah tersebut. Menurutnya, keberadaan PKL selama ini secara tidak langsung menjaga keamanan lingkungan dari tindak kriminal seperti peredaran narkoba, penjambretan, dan begal. Dengan hilangnya aktivitas perdagangan, ia khawatir ruang kosong akan dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan.
Selain masalah keamanan, para pedagang juga menyoroti dampak ekonomi yang signifikan. Sebanyak 74 bangunan semi permanen dan non-permanen yang berdiri di lahan Perum Jasa Tirta (PJT) menjadi sumber penghidupan bagi banyak keluarga. Bangunan-bangunan ini digunakan sebagai warung makan, tempat berjualan minuman, rokok, dan berbagai jenis dagangan lainnya. Kusnan Effendi menekankan bahwa penertiban akan menghilangkan mata pencaharian mereka dan berpotensi meningkatkan angka pengangguran di Kota Bekasi.
Lebih lanjut, para pedagang khawatir anak-anak mereka akan terancam putus sekolah jika orang tua kehilangan sumber pendapatan. Mereka berharap pemerintah mempertimbangkan dampak ini sebelum mengambil tindakan. Sebelumnya, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menyatakan bahwa pihaknya telah melayangkan surat peringatan kepada para pemilik bangunan liar sebagai bagian dari tahapan penertiban. Ia juga menegaskan bahwa tindakan ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait penertiban bangunan liar di bantaran sungai.
Penolakan dari para pedagang ini mencerminkan dilema kompleks dalam penataan kota. Di satu sisi, pemerintah memiliki kewajiban untuk menegakkan aturan dan menjaga ketertiban. Di sisi lain, pemerintah juga perlu memperhatikan nasib masyarakat kecil yang menggantungkan hidup mereka pada sektor informal. Dialog dan solusi yang bijaksana diperlukan untuk menemukan titik temu yang adil bagi semua pihak.