Mahfud MD: Pemakzulan Gibran Rakabuming Raka Terhalang Konstelasi Politik dan Mekanisme Hukum

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menilai bahwa upaya pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka akan menghadapi tantangan berat. Menurutnya, konfigurasi politik yang ada saat ini, terutama kekuatan koalisi pemerintahan di parlemen, menjadi faktor penghalang utama. Selain itu, mekanisme hukum yang rumit dan berbelit juga turut menyulitkan proses tersebut.

Mahfud menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, proses pemakzulan presiden dan wakil presiden melibatkan tiga lembaga negara, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sidang pemakzulan di DPR membutuhkan kuorum dua pertiga dari total anggota dewan agar dapat dinyatakan sah. Lebih lanjut, sidang pemakzulan tidak dapat dilakukan tanpa adanya dasar atau alasan yang kuat.

"Koalisi Prabowo (di DPR) 80 persen. Untuk menghadirkan sidang saja sudah tidak bisa," ungkap Mahfud dalam sebuah acara diskusi. Artinya, dengan dominasi koalisi pemerintahan di DPR, upaya untuk mengumpulkan dukungan yang cukup guna menggelar sidang pemakzulan akan sangat sulit.

Selain faktor politik, Mahfud juga menyoroti aspek hukum yang menjadi penghalang. Dalam UUD 1945, terdapat sejumlah alasan yang dapat dijadikan dasar untuk memakzulkan presiden dan/atau wakil presiden. Alasan-alasan tersebut meliputi:

  • Tindak pidana korupsi
  • Pengkhianatan terhadap negara
  • Penyuapan
  • Kejahatan berat lainnya yang ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara
  • Perbuatan tercela
  • Ketidakmampuan untuk menjalankan tugas jabatan secara permanen, misalnya karena sakit parah yang menyebabkan ketidakmampuan menjalankan aktivitas jabatan selama tiga bulan berturut-turut.

Jika terdapat bukti yang memadai bahwa presiden dan/atau wakil presiden melakukan pelanggaran terhadap salah satu atau lebih dari alasan tersebut, maka bukti tersebut akan diajukan ke sidang DPR. Setelah DPR menyampaikan dakwaan, MK akan memberikan penilaian terhadap argumen dan bukti yang diajukan. Namun, Mahfud menekankan bahwa MK tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan vonis pencabutan jabatan presiden dan wakil presiden. MK hanya bertugas untuk mengkonfirmasi apakah benar telah terjadi pelanggaran yang didakwakan.

Setelah MK memberikan penilaian, hasil tersebut akan kembali diperdebatkan di DPR. Selanjutnya, keputusan akhir mengenai pemakzulan akan ditentukan oleh MPR. Namun, MPR tidak serta merta akan menjatuhkan vonis pemakzulan. Keputusan yang diambil bisa berupa arahan untuk perbaikan di masa depan.

"Jadi, bisa (secara aturan). Tapi, secara politis kayaknya tidak bisa, kalau menurut aturan," kata Mahfud.

Wacana pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka muncul setelah Forum Purnawirawan TNI mengusulkan hal tersebut. Usulan ini didukung oleh sejumlah tokoh purnawirawan TNI dari berbagai angkatan dan pangkat. Deklarasi Forum Purnawirawan TNI-Polri berisi beberapa poin, termasuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi. Salah satu poin yang paling kontroversial adalah usulan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang disampaikan kepada MPR.