Konflik Agraria di Lebak: Petani Laporkan Dugaan Penyerobotan Lahan oleh Ormas
Konflik Agraria di Lebak: Petani Laporkan Dugaan Penyerobotan Lahan oleh Ormas
Sebuah laporan dugaan penyerobotan lahan pertanian di wilayah Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, telah dilayangkan ke Polres Lebak. Kelompok petani setempat melaporkan sebuah organisasi masyarakat (Ormas) yang diduga telah membangun sekretariat di atas lahan yang mereka klaim sebagai milik komunal. Kasus ini menyoroti konflik agraria yang kompleks dan panjang di wilayah tersebut, melibatkan perjuangan petani selama puluhan tahun untuk mendapatkan pengakuan atas hak kepemilikan lahan mereka.
Konfirmasi terkait laporan tersebut telah diterima dari Kasatreskrim Polres Lebak, AKP Wisnu Adicahya. Ia membenarkan adanya laporan dan menyatakan bahwa proses penyelidikan saat ini sedang berjalan. “Laporan sudah diterima dan saat ini sedang dalam proses penyelidikan,” ujar AKP Wisnu saat dikonfirmasi pada Senin, 3 Maret 2025. Pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan secara menyeluruh untuk mengungkap fakta dan menentukan langkah hukum selanjutnya.
Abay Haetami, Ketua Pergerakan Petani Banten (P2B), yang turut serta dalam pelaporan ini, menjelaskan bahwa lahan yang disengketakan merupakan lahan komunal yang kepemilikannya telah diakui secara resmi. Ia menekankan bahwa bangunan sekretariat Ormas tersebut berdiri di atas lahan yang telah diperjuangkan oleh para petani selama kurang lebih tiga dekade. “Lahan ini adalah lahan komunal yang kepemilikannya telah tercatat secara resmi, dan kami telah melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib,” tegas Abay.
Lebih lanjut, Abay mengimbau para petani untuk tetap tenang dan mempercayakan proses hukum kepada pihak kepolisian. Ia berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan adil dan memberikan keadilan bagi para petani yang telah berjuang keras mempertahankan hak mereka atas lahan tersebut. “Kami mengimbau kepada seluruh petani untuk tetap tenang dan menyerahkan proses hukum ini kepada aparat penegak hukum. Kami percaya bahwa keadilan akan ditegakkan,” tambahnya.
Perjuangan petani Gunung Anten untuk mendapatkan pengakuan atas lahan mereka dimulai sejak tahun 1989. Puncaknya, pada Oktober 2023, Satuan Tugas LPRA Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menetapkan 195 bidang tanah seluas 127 hektare sebagai milik petani Gunung Anten. Lahan tersebut kemudian dilegalkan dengan sertifikat tanah komunal atau sertifikat kepemilikan bersama yang diberikan pada 7 Januari 2024. Rincian kepemilikan lahan tersebut meliputi:
- 32 bidang tanah seluas 23 hektare atas nama petani laki-laki.
- 17 bidang tanah seluas 11 hektare atas nama petani perempuan.
- 49 bidang tanah seluas 34 hektare atas nama petani muda berusia 35 tahun ke bawah.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut perjuangan panjang petani dalam mempertahankan hak atas tanah mereka. Proses penegakan hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan menyelesaikan konflik agraria ini secara tuntas. Keberadaan lahan komunal yang diakui secara resmi diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat dalam melindungi hak-hak petani dan mencegah terjadinya konflik serupa di masa mendatang. Kasus ini juga menunjukkan pentingnya peran pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria dan melindungi hak-hak masyarakat atas tanah.