Pemerintah Intensifkan Investigasi Dugaan Kebocoran Data Biometrik Worldcoin di Indonesia
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah melakukan investigasi mendalam terkait potensi penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi yang dikumpulkan oleh Worldcoin melalui pemindaian iris mata (retina scan) di Indonesia.
Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kominfo, Alexander Sabar, mengungkapkan bahwa timnya sedang melakukan analisis teknis terhadap proses perekaman dan penyimpanan data retina yang dilakukan oleh Worldcoin. Fokus utama investigasi adalah untuk memastikan keamanan data biometrik yang telah dikumpulkan dari ratusan ribu warga Indonesia.
"Jika ditemukan risiko kebocoran data atau potensi penyalahgunaan, kami akan mengambil tindakan tegas untuk melindungi data pribadi masyarakat yang telah terlanjur melakukan pemindaian iris mata," tegas Alexander.
Terungkap bahwa Worldcoin, melalui operasionalnya di Indonesia, telah mengumpulkan lebih dari 500.000 data biometrik berupa hasil pemindaian iris mata dari masyarakat. Praktik ini melibatkan iming-iming sejumlah uang, berkisar antara Rp 250.000 hingga Rp 800.000, sebagai kompensasi bagi mereka yang bersedia dipindai iris matanya.
Menyusul temuan ini, Kominfo telah membekukan izin Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Worldcoin dan WorldID di Indonesia. Tindakan ini diikuti dengan pemanggilan terhadap Tools for Humanity (TFH), perusahaan yang bertanggung jawab atas operasional Worldcoin, WorldID, dan WorldApp.
Setelah pembekuan izin, seluruh aktivitas pemindaian retina oleh Worldcoin di Indonesia telah dihentikan, termasuk operasi yang dijalankan oleh enam operator lokal yang bekerja sama dengan perusahaan tersebut.
Kominfo juga menyoroti fakta bahwa banyak warga Indonesia yang tergiur untuk melakukan pemindaian retina karena iming-iming imbalan finansial. Meskipun praktik serupa juga terjadi di beberapa negara lain, Kominfo memandang fenomena ini sebagai sinyal peringatan serius terkait perlindungan data pribadi yang harus dijaga dengan ketat.
"Salah satu pertanyaan utama yang kami ajukan kepada TFH adalah mengenai tujuan sebenarnya dari perekaman data iris mata ini. Apakah murni untuk tujuan keamanan data, ataukah semata-mata didorong oleh iming-iming uang?" tanya Alexander.
Saat ini, Kominfo masih melakukan evaluasi menyeluruh terhadap TFH, sambil menunggu hasil analisis teknis dari tim pengawasan dan sertifikasi transaksi elektronik.
"Kami masih dalam proses, jadi mohon bersabar. Kami akan melihat hasilnya nanti dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut yang diperlukan," kata Alexander.
Alexander juga menekankan pentingnya peningkatan literasi digital di kalangan masyarakat untuk mengurangi risiko penyalahgunaan data pribadi. Ia mengingatkan bahwa setiap individu memiliki hak atas data pribadinya, namun juga harus memahami konsekuensi dari penyerahan data tersebut kepada pihak lain.
"Perlindungan data pribadi adalah hak yang melekat pada setiap individu. Namun, harus ada kesadaran dan pemahaman tentang bagaimana data tersebut digunakan," pungkasnya.