Sektor Manufaktur Nasional Hadapi Tantangan Berat di Tengah Ketidakpastian Global
Industri Manufaktur Indonesia Berjuang di Tengah Arus Ketidakpastian Global
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyampaikan pandangannya mengenai kondisi industri manufaktur di Indonesia yang tengah menghadapi tantangan signifikan akibat ketidakpastian ekonomi global. Ia menekankan bahwa membangun dan mempertahankan sektor manufaktur yang kuat bukanlah tugas yang mudah, melainkan membutuhkan ekosistem yang solid dan rantai pasok yang efisien.
"Membangun sektor manufaktur yang kompetitif memerlukan waktu dan investasi yang berkelanjutan. Sebaliknya, merusak fondasi industri yang sudah ada dapat terjadi dengan sangat cepat," ujar Agus.
Menyadari kompleksitas tantangan ini, pemerintah berupaya untuk menciptakan kebijakan yang mendukung keberlanjutan industri manufaktur. Salah satu langkah yang diambil adalah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ).
Perpres ini bertujuan untuk memberikan preferensi kepada produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pasal 66 ayat (2B) dalam Perpres tersebut secara eksplisit memberikan afirmasi terhadap penggunaan produk dalam negeri, membuka peluang lebih besar bagi industri lokal untuk berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah.
Pemerintah Berkomitmen Dukung Industri Dalam Negeri
Agus menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya relaksasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan mengubahnya menjadi insentif bagi industri.
"Perpres PBJ ini adalah wujud komitmen pemerintah untuk mendukung industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja," tegas Agus.
Lebih lanjut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana untuk mereformasi aturan TKDN, khususnya terkait tata cara perhitungan, agar lebih sederhana, transparan, dan terjangkau. Tujuannya adalah untuk mendorong lebih banyak produk industri dalam negeri yang memiliki sertifikasi TKDN dan dapat dibeli oleh pemerintah pusat, daerah, BUMN, dan BUMD.
Reformasi kebijakan TKDN ini sebenarnya telah dimulai jauh sebelum isu kenaikan tarif oleh negara lain mencuat. Kemenperin telah memulai pembahasan deregulasi tata cara perhitungan TKDN sejak Februari 2025, jauh sebelum isu tarif menjadi perhatian global. Hal ini membuktikan bahwa reformasi ini didorong oleh kebutuhan internal industri dalam negeri, bukan semata-mata reaksi terhadap tekanan eksternal.
Reformasi TKDN untuk Tingkatkan Daya Saing
"Reformasi kebijakan TKDN ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan kami untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan menciptakan iklim investasi yang kondusif," jelas Agus.
Kemenperin juga berkomitmen untuk membuka kesempatan bagi penciptaan usaha baru dan menarik investasi di sektor manufaktur. Upaya deregulasi TKDN, uji publik, dan finalisasi aturan sedang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
"Kami berharap reformasi TKDN akan semakin meningkatkan minat investasi di Indonesia dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional," pungkas Agus.