Tragedi Pembunuhan di Bali: Momentum untuk Mengakhiri Hubungan Tidak Sehat dan Pentingnya Kontrol Diri

Kasus pembunuhan Remi Yuliana Putri, seorang perempuan berusia 36 tahun, oleh kekasihnya sendiri di Bali, telah menggemparkan publik dan memicu diskusi tentang pentingnya mengidentifikasi serta keluar dari hubungan yang tidak sehat. Pelaku, GW (28), mengaku melakukan tindakan keji tersebut karena merasa sakit hati setelah dituduh sebagai mokondo. Fakta bahwa keduanya berprofesi sebagai pengemudi taksi online, dan kendaraan yang digunakan pelaku merupakan milik korban, menambah kompleksitas dari tragedi ini. Insiden ini menjadi pengingat yang menyakitkan tentang risiko yang mungkin dihadapi, bahkan oleh perempuan mandiri sekalipun, dalam sebuah hubungan yang berpotensi membahayakan.

Psikolog Ni Ketut Jeni Adhi dari Konsultan Psikologi Tema Insani Tabanan menekankan pentingnya bagi perempuan untuk memiliki kemampuan berpikir cerdas dan kemandirian. Dalam menghadapi konflik dan permasalahan mendasar yang tidak dapat diselesaikan dalam sebuah hubungan, serta tidak adanya kesepakatan bersama, mengakhiri hubungan tersebut menjadi pilihan yang bijaksana, terutama jika ada indikasi kekerasan.

Jeni menekankan bahwa perempuan harus menggunakan akal sehat dan logika, selain perasaan, ketika berada dalam situasi hubungan yang toksik. Mempertahankan hubungan yang menyakitkan, penuh eksploitasi, dan tanpa kerjasama yang baik adalah tindakan yang merugikan diri sendiri. Perempuan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dan berdaya melalui keterampilan dan kemampuan yang mereka miliki.

Selain kasus pembunuhan ini, Bali juga mencatat beberapa insiden pembunuhan lainnya, termasuk yang melibatkan oknum TNI. Hal ini menyoroti pentingnya pengendalian emosi untuk mencegah tindakan kekerasan yang merugikan orang lain.

Ketidakstabilan emosi, yang dipicu oleh berbagai faktor seperti tekanan ekonomi, persaingan, gengsi, dan keinginan untuk mendapatkan sesuatu secara instan, menjadi penyebab utama tindakan kekerasan. Nilai-nilai moral terkikis akibat tuntutan hidup yang tinggi dan keinginan untuk mencapai kesuksesan dengan cara yang cepat.

Komunikasi yang efektif seringkali terabaikan ketika emosi negatif menguasai diri. Oleh karena itu, penting untuk melatih dan membiasakan diri dalam mengelola emosi. Hal ini bukan berarti menekan emosi marah, tetapi lebih kepada mengelolanya agar tidak berujung pada tindakan yang menyakiti diri sendiri maupun orang lain.

Berikut adalah poin-poin yang perlu dipertimbangkan:

  • Identifikasi Hubungan Tidak Sehat: Kenali tanda-tanda toxic relationship seperti kekerasan verbal, fisik, atau emosional, kontrol berlebihan, dan manipulasi.
  • Prioritaskan Keselamatan Diri: Jika merasa tidak aman dalam hubungan, segera cari bantuan dari keluarga, teman, atau profesional.
  • Berpikir Cerdas dan Mandiri: Gunakan logika dan akal sehat dalam mengambil keputusan terkait hubungan. Jangan biarkan perasaan menguasai Anda.
  • Berani Mengakhiri Hubungan: Jika hubungan tidak sehat dan tidak ada harapan untuk perbaikan, jangan ragu untuk mengakhirinya.
  • Kontrol Emosi: Latih diri untuk mengelola emosi dengan baik, terutama saat menghadapi situasi yang menekan.
  • Cari Bantuan Profesional: Jika kesulitan mengelola emosi atau keluar dari hubungan yang tidak sehat, jangan ragu untuk mencari bantuan dari psikolog atau konselor.