Gubernur Lampung Perjuangkan Nasib Petani Singkong: 49 Pabrik Patuhi Harga Dasar, Impor Jadi Sorotan
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, terus berupaya meningkatkan kesejahteraan petani singkong di wilayahnya. Salah satu langkah konkret yang telah diambil adalah penetapan harga dasar singkong melalui Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 2 Tahun 2025. Kebijakan ini mendapat respons positif dari kalangan pelaku industri pengolahan singkong.
Saat ini, sebanyak 49 pabrik pengolahan singkong di Lampung telah menunjukkan komitmennya dengan mematuhi Ingub tersebut. Ingub ini menetapkan harga dasar singkong sebesar Rp 1.350 per kilogram, dengan batasan potongan maksimal 30 persen tanpa memperhitungkan kadar pati (aci). Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian harga yang lebih adil bagi petani singkong, yang selama ini seringkali dirugikan oleh fluktuasi harga dan praktik potongan yang tidak transparan.
Gubernur Mirza menyatakan bahwa penetapan harga dasar ini adalah langkah awal dalam upaya mereformasi tata niaga singkong di Provinsi Lampung. Pemerintah Provinsi Lampung juga aktif mendorong pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan strategis dalam mengendalikan impor singkong.
"Kita harus tetap kompetitif, tetapi tidak dengan mengorbankan petani," tegas Gubernur Mirza. Pemerintah Provinsi Lampung berupaya agar petani singkong Lampung mendapatkan perlindungan yang setara dengan kontribusinya terhadap perekonomian daerah dan nasional. Dukungan kebijakan nasional sangat diperlukan, dan bukan hanya di tingkat daerah.
Kementerian Perdagangan menyatakan kesediaannya untuk membahas usulan pelarangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan tapioka dalam forum koordinasi lintas kementerian yang dipimpin oleh Kemenko Perekonomian. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi petani singkong di Lampung.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas, menekankan pentingnya peran pemerintah pusat dalam mengambil langkah strategis. Menurutnya, pengaturan harga di tingkat daerah telah berjalan dengan baik, dan kini saatnya pemerintah pusat turun tangan.
"Lartas itu wewenangnya ada di Kemenko Perekonomian, bukan Kemenko Pangan. Dan ini mendesak. Jangan tunggu ekonomi global membaik, lihat dulu kenyataan ekonomi petani kita," ujar Mikdar.
Mikdar juga menambahkan bahwa meskipun Lampung merupakan produsen singkong terbesar di Indonesia, petani di provinsi ini justru paling merasakan dampak negatif dari sistem harga dan potongan yang tidak adil. Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah pusat sangat krusial untuk melindungi kepentingan petani singkong di Lampung.
Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) Provinsi Lampung juga turut memberikan dukungan terhadap kebijakan harga dasar singkong. Ketua PPTTI Lampung, Welly Soegiono, mengungkapkan bahwa 18 dari 20 anggota asosiasi telah menyatakan komitmen untuk menjalankan kebijakan tersebut. Dua pabrik lainnya belum dapat beroperasi karena sedang dalam masa perawatan.
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan kebijakan harga dasar singkong ini dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan petani singkong di Lampung dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.