DPR Mendorong Pemerintah Berikan Insentif Guna Percepat Hilirisasi Batu Bara Nasional

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan pemberian insentif bagi proyek hilirisasi batu bara di tanah air. Langkah ini dipandang krusial dalam mempercepat proses hilirisasi dan memaksimalkan potensi sumber daya alam Indonesia.

Anggota Komisi XII DPR RI, Dewi Yustisiana, menyoroti pentingnya peran aktif Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam hal ini. Menurutnya, pemerintah perlu menyediakan berbagai insentif, baik fiskal maupun non-fiskal, untuk menarik minat investor dan memperlancar pelaksanaan proyek.

Insentif yang diusulkan meliputi:

  • Pembebasan pajak
  • Kemudahan perizinan
  • Skema off-taker untuk menjamin kepastian pasar bagi produk hilirisasi

Dewi Yustisiana menegaskan bahwa hilirisasi batu bara bukan sekadar proyek ekonomi semata, melainkan bagian integral dari upaya menciptakan kemandirian dan kedaulatan ekonomi bangsa. Dengan mengolah batu bara menjadi produk bernilai tambah, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan daya saing di pasar global.

Namun, Dewi Yustisiana juga mengingatkan bahwa upaya hilirisasi batu bara akan menghadapi sejumlah tantangan, seperti:

  • Kebutuhan investasi yang sangat besar
  • Ketergantungan pada teknologi asing
  • Ketidakpastian harga pasar produk hilir dibandingkan batu bara mentah

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi erat antara pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan sektor swasta agar transformasi ini berjalan konsisten dan memberikan dampak positif yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.

Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pada tahun 2024, Indonesia mengekspor 433,17 juta ton batu bara dari total penjualan sebesar 811,01 juta ton. Fakta ini menggarisbawahi potensi besar hilirisasi batu bara sebagai langkah strategis untuk memperkuat ekonomi dan ketahanan energi Indonesia.

Dewi Yustisiana mencontohkan, batu bara dapat diolah menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai pengganti LPG impor, seperti yang tengah diupayakan oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim. Selain itu, PTBA dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) juga tengah menjajaki pengembangan Substitute Natural Gas (SNG) atau gas alam sintetis melalui hilirisasi batu bara.

Lebih lanjut, batu bara juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri penting lainnya, seperti metanol dan urea untuk sektor petrokimia dan pupuk. Diversifikasi produk hilirisasi, seperti briket, karbon aktif, dan grafit sintetis, juga memiliki potensi besar untuk mendukung berbagai industri, termasuk industri baterai kendaraan listrik.