Laporan Ungkap Hambatan Perdagangan Indonesia Terburuk di Dunia

Indonesia Terjegal di Peringkat Bawah Indeks Hambatan Perdagangan Internasional

Indonesia menduduki peringkat terakhir, yakni 122 dari 122 negara, dalam laporan International Trade Barrier Index (TBI) 2025 yang dirilis oleh Tholos Foundation, sebuah lembaga riset kebijakan yang berbasis di Amerika Serikat. Peringkat ini menyoroti tantangan signifikan yang dihadapi Indonesia dalam aktivitas perdagangan internasional, terutama terkait ekspor dan impor. Skor total Indonesia yang rendah, yaitu 5,84, mencerminkan adanya berbagai hambatan yang menghambat kelancaran arus barang dan jasa.

Hambatan-hambatan tersebut meliputi:

  • Tarif Perdagangan: Indonesia mendapat skor 7,11 dan menduduki peringkat 109 dalam aspek tarif.
  • Pembatasan Layanan: Aspek ini menjadi yang terburuk bagi Indonesia, dengan skor 8,15 dan peringkat 122.
  • Hambatan Non-Tarif (NTB): Skor untuk NTB adalah 2,1, menempatkan Indonesia di peringkat 79.
  • Fasilitasi Perdagangan: Indonesia meraih skor 6,0 dan peringkat 87 dalam aspek fasilitasi perdagangan.

Laporan TBI mengkaji berbagai faktor yang mempengaruhi kelancaran perdagangan, termasuk tarif, hambatan non-tarif, pembatasan layanan, logistik, perlindungan kekayaan intelektual, regulasi digital, dan keanggotaan dalam perjanjian perdagangan bebas (FTA). Negara-negara dengan hambatan perdagangan terendah atau paling terbuka adalah Hong Kong, Singapura, Israel, Kanada, dan Jepang. Di kawasan Asia, Indonesia bersanding dengan Vietnam (peringkat 117) dan Thailand (peringkat 118) sebagai negara yang masih menerapkan berbagai pembatasan dalam kegiatan ekspor-impor.

Sorotan pada Kebijakan TKDN dan Dampaknya

Laporan TBI secara spesifik menyoroti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai salah satu faktor yang membatasi akses produk asing ke pasar domestik Indonesia. Kebijakan ini dianggap sebagai penghalang bagi masuknya produk-produk seperti iPhone ke pasar Indonesia. Persyaratan konten lokal yang tinggi menjadi kendala bagi perusahaan asing untuk memenuhi standar dan memasarkan produk mereka di Indonesia.

Selain laporan TBI, kebijakan perdagangan Indonesia juga menjadi perhatian Amerika Serikat dalam laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2024. AS menilai berbagai regulasi lokal, termasuk kewajiban sertifikasi halal, sebagai hambatan non-tarif yang mengganggu kelancaran arus barang dan jasa.

Kondisi ini menunjukkan perlunya evaluasi dan reformasi kebijakan perdagangan Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan menarik investasi asing. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak dari berbagai regulasi terhadap aktivitas ekspor dan impor, serta mencari solusi untuk mengurangi hambatan-hambatan yang ada. Dengan menciptakan iklim perdagangan yang lebih terbuka dan transparan, Indonesia dapat meningkatkan partisipasinya dalam perdagangan global dan mendorong pertumbuhan ekonomi.