Konflik Agraria di Nigeria: Puluhan Warga Benue Jadi Korban Pembantaian

Gelombang kekerasan kembali menerjang negara bagian Benue, Nigeria, menewaskan sedikitnya 23 orang dalam serangkaian serangan yang terjadi pada Sabtu malam. Aksi brutal ini diduga kuat dipicu oleh sengketa lahan yang melibatkan kelompok penggembala nomaden dan petani di wilayah tersebut.

Menurut laporan dari Palang Merah Nigeria, serangan terpisah terjadi di empat desa yang berbeda. Delapan nyawa melayang di Ukum, sembilan di Logo, dan masing-masing tiga korban jiwa tercatat di Guma dan Kwande. Selain korban tewas, sejumlah warga juga dilaporkan mengalami luka-luka akibat serangan tersebut.

Konflik antara penggembala dan petani merupakan masalah laten di wilayah Middle Belt Nigeria. Persaingan atas sumber daya lahan dan air yang semakin menipis sering kali memicu bentrokan berdarah. Situasi ini diperburuk oleh faktor-faktor seperti perubahan iklim dan pertumbuhan populasi, yang semakin meningkatkan tekanan pada lahan pertanian dan padang penggembalaan yang tersedia.

Wilayah Middle Belt Nigeria, termasuk Benue, menjadi arena persaingan sengit antara petani dan penggembala. Banyak penggembala berasal dari kelompok etnis Muslim Fulani, sementara mayoritas petani beragama Kristen. Hal ini sering kali memberikan dimensi agama dan etnis pada konflik agraria yang terjadi.

Serangan terbaru ini menambah daftar panjang kekerasan di Middle Belt Nigeria. Pada awal April lalu, lebih dari 100 orang tewas dalam dua serangan terpisah di negara bagian tetangga, Plateau. Eskalasi kekerasan ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang stabilitas dan keamanan di wilayah tersebut.

Upaya mediasi dan penyelesaian konflik antara kelompok-kelompok yang berseteru terus dilakukan oleh pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. Namun, akar masalah yang kompleks dan persaingan atas sumber daya yang semakin terbatas membuat penyelesaian konflik ini menjadi tantangan yang berat.

Pemerintah Nigeria diharapkan dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi akar penyebab konflik agraria, melindungi warga sipil, dan menegakkan hukum terhadap pelaku kekerasan. Tanpa tindakan yang tegas dan terkoordinasi, siklus kekerasan di Middle Belt Nigeria berpotensi terus berlanjut, menyebabkan lebih banyak penderitaan dan kehilangan nyawa.