Telaah Mendalam Larangan Zina: Mengapa Pendekatan Lebih Ditekankan Daripada Tindakan?

Dalam khazanah ajaran agama, terdapat beberapa larangan yang disampaikan dengan formula unik, yakni menggunakan frasa "jangan mendekati" (Wala taqrabu). Salah satu contohnya yang paling sering dikutip adalah larangan mendekati zina, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an Surat Al-Isra' ayat 32. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, mengapa digunakan istilah "mendekati" dan bukan "melakukan" (Wa la taf'alu al-zina)? Mengapa redaksi serupa juga digunakan untuk larangan mendekati harta anak yatim dan mendekati shalat dalam keadaan mabuk, sementara larangan lain, seperti membunuh atau merusak alam, menggunakan redaksi "jangan melakukan"?

Perbedaan redaksi ini mengisyaratkan perbedaan tingkat bahaya dan daya tarik dari perbuatan yang dilarang. Ketika larangan menggunakan kata "jangan melakukan," maka fokusnya adalah pada tindakan itu sendiri. Sementara itu, larangan yang menggunakan frasa "jangan mendekati" menyoroti bahwa bahaya terletak pada proses yang mengarah pada perbuatan tersebut. Artinya, mendekati zina sudah mengandung potensi yang sangat besar untuk terjerumus ke dalam perbuatan zina itu sendiri. Daya tarik untuk melakukannya tidak sekuat larangan yang menggunakan "jangan melakukan".

Sebagai perbandingan, mari kita telaah larangan memakan riba (la ta'kulu al-riba). Dalam hal ini, tidak digunakan frasa "jangan mendekati riba." Hal ini menunjukkan bahwa bahaya riba terletak pada tindakan memakannya itu sendiri, bukan pada proses yang mengarah pada tindakan tersebut. Dengan kata lain, langkah-langkah awal yang mungkin terlihat tidak berbahaya dalam transaksi keuangan, pada akhirnya dapat menjerumuskan seseorang ke dalam praktik riba.

Analogi ini dapat diperluas pada larangan-larangan lain yang menggunakan frasa "jangan mendekati." Mendekati harta anak yatim, misalnya, dapat membuka peluang untuk menyalahgunakan atau bahkan merampas hak anak yatim tersebut. Demikian pula, mendekati shalat dalam keadaan mabuk dapat menghilangkan kesadaran dan kekhusyukan dalam beribadah. Oleh karena itu, larangan "jangan mendekati" adalah bentuk pencegahan dini yang lebih efektif untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang sangat merusak.

Dengan demikian, penggunaan frasa "jangan mendekati zina" bukan sekadar larangan terhadap tindakan zina itu sendiri, melainkan juga peringatan terhadap segala hal yang dapat memicu atau mempermudah terjadinya perbuatan tersebut. Ini mencakup pikiran kotor, pandangan yang tidak senonoh, pergaulan bebas, dan segala bentuk rangsangan seksual lainnya. Dengan menjauhi hal-hal tersebut, seseorang dapat meminimalisir risiko terjerumus ke dalam perbuatan zina dan menjaga kesucian diri.