Diversifikasi Sumber Impor BBM: Indonesia Pertimbangkan Alternatif Selain Singapura

Pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan strategi diversifikasi sumber impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan membidik negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Amerika Serikat (AS) sebagai alternatif pengganti Singapura. Langkah ini didorong oleh evaluasi harga dan pertimbangan geopolitik yang berkembang.

Praktisi Minyak dan Gas Bumi (Migas), Hadi Ismoyo, menanggapi rencana ini dengan menekankan pentingnya menjaga daya saing harga, jaminan pasokan, volume yang mencukupi, dan spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan dalam proses impor dari sumber-sumber baru. Ia mengakui bahwa selama ini Singapura telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut.

"Jika impor dari Singapura dihentikan dan dialihkan ke AS, pastikan semua aspek tersebut terpenuhi," ujar Hadi.

Lebih lanjut, Hadi menyoroti perlunya perhitungan matang terkait perbedaan jarak antara Singapura dengan AS atau negara-negara Timur Tengah. Biaya pengiriman (shipping cost) yang lebih tinggi dari AS berpotensi mempengaruhi harga akhir BBM di dalam negeri. Pemerintah perlu memastikan bahwa dengan tambahan biaya pengiriman tersebut, harga BBM di Jakarta tetap kompetitif.

Selain itu, Hadi mengingatkan tentang kompleksitas perdagangan minyak di Timur Tengah, di mana pasar seringkali didominasi oleh kerajaan dan persaingan internal. Ia menyarankan pemerintah untuk memastikan sumber BBM yang tepat, idealnya yang memiliki akses langsung ke kilang (refinery) untuk mendapatkan harga yang kompetitif dan keberlanjutan pasokan.

"Hindari penumpang gelap yang berpotensi membuat ketentuan komersial menjadi rumit," tegasnya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, sebelumnya mengungkapkan bahwa harga beli BBM dari Singapura dinilai setara dengan harga dari Timur Tengah. Pertimbangan ini muncul setelah evaluasi terhadap pengadaan impor energi.

"Impor BBM kita sebagian besar berasal dari negara tetangga kita (Singapura). Setelah saya cek, harganya sama dengan dari Timur Tengah. Jadi, kita mulai berpikir, bahkan hampir pasti, untuk mengambil minyak dari negara lain," kata Bahlil.

Bahlil menjelaskan bahwa penyetopan impor dari Singapura akan dilakukan secara bertahap, dengan target mencapai nol impor dari negara tersebut dalam waktu enam bulan ke depan. Implementasi bertahap ini sejalan dengan upaya menyiapkan infrastruktur dermaga yang mampu menampung kapal-kapal besar pengangkut BBM dari Timur Tengah dan AS.

"Sekarang Pertamina sedang membangun dermaga-dermaga yang bisa menampung impor dalam volume besar. Karena kalau dari Singapura kan kapalnya kecil-kecil. Itu juga salah satu alasan. Jadi, kita membangun yang besar, supaya sekali angkut tidak ada masalah," jelasnya.

Faktor geopolitik juga menjadi pertimbangan penting. Bahlil menyinggung penerapan tarif resiprokal sebesar 32% oleh Pemerintah AS kepada Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah tengah bernegosiasi dengan AS, menawarkan pembelian produk LPG, minyak, dan BBM.

"Tidak hanya itu, ada masalah geopolitik, geoekonomi. Kita mungkin juga harus membuat keseimbangan bagi yang lain," pungkasnya.

  • Pentingnya Mempertimbangkan Biaya Pengiriman
  • Kehati-hatian dalam memilih sumber di timur tengah
  • Peningkatan Infrastruktur Dermaga