Sanksi FIFA Jadi Sorotan: PSSI Diminta Lebih Serius Tangani Fanatisme Suporter
Sanksi yang dijatuhkan FIFA kepada PSSI akibat tindakan diskriminatif suporter dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Timnas Indonesia melawan Bahrain pada 25 Maret lalu, menjadi sorotan tajam. Pengamat sepak bola nasional, Muhamad Kusnaeni, menekankan perlunya PSSI mengambil langkah-langkah konkret dan tidak menganggap remeh permasalahan ini.
Arya Sinulingga, anggota Komite Eksekutif PSSI, mengungkapkan bahwa sanksi tersebut berupa denda hampir setengah miliar rupiah dan pengurangan kapasitas penonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada laga Timnas Indonesia melawan China pada 5 Juni mendatang. FIFA memerintahkan PSSI untuk menutup sekitar 15 persen dari kursi yang tersedia. Pelanggaran yang dimaksud adalah tindakan diskriminatif yang mengandung xenophobia.
Kusnaeni mengingatkan bahwa fanatisme suporter Indonesia telah menjadi perhatian dunia. Menurutnya, banyak pencinta sepak bola di berbagai negara mengenal sepak bola Indonesia karena fanatisme suporternya. Namun, ia menekankan bahwa fanatisme yang tidak terkendali dapat berdampak negatif. Indikasi fanatisme berlebihan dapat dilihat dari aktivitas suporter di media sosial, di mana sering terjadi aksi saling serang dan reaksi berlebihan terhadap isu-isu terkait timnas maupun klub.
Untuk mengatasi masalah ini, Kusnaeni menyarankan PSSI untuk:
- Melakukan edukasi berkelanjutan kepada suporter dengan melibatkan pemain dan tokoh publik yang berpengaruh positif.
- Memperhatikan fenomena munculnya suporter fanatik baru yang belum memahami cara menyalurkan semangat secara positif.
- Memperbanyak komunikasi langsung dengan komunitas suporter melalui dialog dengan simpul-simpul kelompok pendukung.
Kusnaeni menegaskan bahwa suporter fanatik adalah aset penting bagi kemajuan sepak bola nasional asalkan dikelola dengan baik. PSSI perlu merawat dan mengelola fanatisme ini agar menjadi kekuatan positif, bukan sebaliknya.
Dengan pengelolaan yang tepat, energi dan loyalitas suporter dapat menjadi modal berharga dalam membangun sepak bola Indonesia yang lebih baik dan berprestasi. Edukasi, komunikasi, dan pendekatan yang humanis menjadi kunci utama dalam meredam potensi negatif dan memaksimalkan potensi positif dari fanatisme suporter.