Mahfud MD Ungkap Dugaan Praktik Jual Beli Pasal dalam Pembentukan UU di DPR
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengungkapkan informasi yang mengejutkan terkait proses legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam sebuah pernyataan, Mahfud mengaku pernah mendengar langsung mengenai praktik yang tidak etis, yaitu jual beli pasal dalam penyusunan undang-undang.
Menurut Mahfud, praktik ini melibatkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), sebuah dokumen penting dalam proses legislasi. DIM berisi tanggapan dari pemerintah atau DPR terhadap rancangan undang-undang (RUU) yang diajukan. Mahfud menyatakan bahwa dirinya pernah mendengar informasi mengenai anggota dewan yang menerima sejumlah uang untuk memasukkan atau mengubah pasal dalam DIM sesuai dengan kepentingan pihak tertentu.
"Saya dengar sendiri itu di gedung DPR," ungkap Mahfud. "Dan mereka bangga saja ketika itu satu DIM dibayar berapa saat itu. Satu DIM, biasanya satu undang-undang itu DIM-nya akan ratusan."
Mahfud menyebutkan, setiap anggota dewan yang bersedia mengikuti pesanan dari pihak luar bisa menerima imbalan hingga Rp 50 juta per DIM. Praktik ini, menurut Mahfud, dilakukan secara terbuka dan tanpa rasa malu. Hal ini semakin memperkuat keyakinannya bahwa Indonesia berada dalam kondisi darurat hukum.
Mahfud menjelaskan bahwa masalah hukum di Indonesia tidak hanya terbatas pada mafia peradilan yang melibatkan hakim, jaksa, dan polisi. Birokrat dan legislatif juga terlibat dalam praktik-praktik yang menyimpang dari prinsip keadilan dan kebenaran.
"Pejabat di birokrasi itu bermafia juga dalam kasus-kasus di luar pengadilan. Legislatif itu bisa membuat undang-undang dengan berkongkalikong dengan orang luar. Agar sebuah undang-undang ini dicoret pasalnya, agar ditambah ini, agar macam-macam pesanan," jelasnya.
Lebih lanjut, Mahfud menggambarkan bahwa praktik mafia peradilan saat ini semakin terstruktur dan dilakukan secara kolektif. Hakim-hakim yang dulu menerima suap secara individu, kini cenderung berkonspirasi dalam pengambilan keputusan.
"Sekarang itu (para hakim) bertemu, bersidang antar hakim itu sebelum putusan. Berkonspirasi, lah gitu ya? Berkonspirasi gitu. Tidak satu-satu lagi," tegasnya.
Pernyataan Mahfud MD ini tentu menjadi sorotan dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas proses legislasi di Indonesia. Pengungkapan ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk melakukan reformasi hukum secara menyeluruh dan memberantas praktik-praktik korupsi yang merusak sistem hukum di Indonesia.