Kebijakan Barak Militer Dedi Mulyadi Diprotes: Diduga Langgar HAM Anak
Warga Bekasi, Adhel Setiawan, melaporkan mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke Komnas HAM terkait program kontroversial pengiriman siswa ke barak militer. Pelaporan ini didasari kekhawatiran akan potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap anak.
Adhel, yang merupakan seorang wali murid dari Babelan, Kabupaten Bekasi, menyatakan bahwa program tersebut dianggap tidak tepat dalam menangani anak-anak yang bermasalah. Menurutnya, tindakan memasukkan siswa ke lingkungan militer justru menjadikan mereka sebagai objek dan mengabaikan hak-hak dasar mereka sebagai anak.
"Sebagai orang tua, saya merasa bahwa program ini melanggar hak anak, hak asasi manusia sebagai anak yang dijadikan sebagai obyek," ujarnya dengan nada prihatin.
Adhel berpendapat bahwa pendekatan yang lebih sesuai adalah dengan memberikan bimbingan dan pendampingan yang tepat dari orang tua, guru, dan pemerintah. Ia meragukan efektivitas metode pendisiplinan di barak militer dalam mengubah perilaku anak secara positif.
"Tidak ada jaminan bahwa dengan dimasukkan ke barak, perilaku anak itu akan menjadi baik," tegasnya.
Selain itu, Adhel juga menyoroti kurangnya transparansi dalam metode pendidikan yang diterapkan di barak militer. Ia mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas pelatihan dan bagaimana proses tersebut dijalankan.
"Metode pelatihannya seperti apa? Terus siapa yang memberikan pelatihannya? Kita kan tidak tahu, ini semua gelap," ungkapnya.
Kuasa hukum pelapor, Rezekinta Sofrizal, sependapat bahwa program barak militer bukanlah solusi yang tepat untuk menangani siswa yang dianggap nakal. Ia menekankan pentingnya edukasi parenting bagi orang tua agar mereka dapat lebih efektif dalam membimbing anak-anak mereka.
"Pendidikan itu tidak hanya di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga, yaitu orangtua," jelas Rezekinta, yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif LBH Pendidikan Indonesia.
Rezekinta menambahkan bahwa pelibatan militer dalam pendidikan anak tidak sesuai dengan tugas dan fungsi utama mereka, yaitu menjaga dan mempertahankan negara. Ia mendesak Dedi Mulyadi untuk segera mencabut program tersebut.
"Kami mendesak agar Dedi Mulyadi menghapus program ini dan tidak melibatkan institusi militer atas nama pendisiplinan anak," tegasnya.
Kontroversi program barak militer ini semakin mencuat setelah mantan Menteri HAM, Natalius Pigai, menyatakan dukungannya. Pigai bahkan menyebutkan bahwa program ini dapat diterapkan secara nasional jika terbukti berhasil di Jawa Barat. Namun, pernyataan ini justru menuai kritik dan kekhawatiran dari berbagai pihak.
Berikut poin-poin yang menjadi sorotan dalam kasus ini:
- Pelanggaran HAM: Program barak militer dinilai melanggar hak asasi anak untuk mendapatkan pendidikan dan perlindungan yang sesuai dengan usia dan kebutuhan mereka.
- Kurangnya Transparansi: Metode pelatihan dan pihak yang bertanggung jawab dalam program barak militer tidak jelas, sehingga menimbulkan keraguan dan kekhawatiran.
- Edukasi Parenting: Pemerintah seharusnya fokus pada edukasi parenting bagi orang tua agar mereka dapat lebih efektif dalam membimbing dan mendidik anak-anak mereka.
- Pelibatan Militer: Pelibatan militer dalam pendidikan anak dianggap tidak sesuai dengan tugas dan fungsi utama mereka.
- Efektivitas Program: Tidak ada jaminan bahwa program barak militer dapat mengubah perilaku anak secara positif.
Kasus ini masih terus bergulir dan diharapkan Komnas HAM dapat memberikan rekomendasi yang terbaik untuk kepentingan anak-anak dan dunia pendidikan di Indonesia.