Kadin Desak Pemerintah Lakukan Deregulasi Kebijakan yang Membebani Industri Padat Karya
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah untuk melakukan deregulasi kebijakan yang dianggap memberatkan industri padat karya, khususnya sektor hasil tembakau serta makanan dan minuman (mamin). Desakan ini muncul di tengah kekhawatiran pelaku usaha terhadap implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian, Saleh Husin, menyatakan bahwa kebijakan yang tidak tepat sasaran justru dapat berdampak negatif pada sektor industri. Ia menyoroti perlunya evaluasi terhadap regulasi yang berpotensi menghambat pertumbuhan industri dan mengancam lapangan kerja, seperti zonasi penjualan rokok dan iklan rokok, serta pengaturan kandungan garam, gula, dan lemak (GGL) yang diatur dalam PP 28/2024.
"Kami melihat banyak contoh belakangan ini, mulai dari industri tekstil hingga media, yang terdampak akibat regulasi yang kurang tepat. Saya sependapat dengan serikat pekerja bahwa di tengah ketidakpastian ekonomi, pemerintah seharusnya tidak tergesa-gesa dalam mengeluarkan kebijakan baru," ujar Saleh.
Saleh Husin juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa PP 28/2024 dapat memperburuk kondisi industri hasil tembakau dan mamin, yang saat ini tengah berjuang di tengah tekanan ekonomi global. Selain itu, ia menilai bahwa kebijakan yang terlalu ketat berpotensi meningkatkan peredaran produk ilegal di pasar.
"Tanpa peraturan yang terlalu ketat saja, angka rokok ilegal sudah mencapai 6,9 persen pada tahun 2023. Apalagi jika peraturan diperketat, potensi menjamurnya produk ilegal akan semakin besar," tegasnya, mengutip data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Kadin juga menyoroti proses penyusunan PP 28/2024 yang dinilai kurang melibatkan pelaku industri secara memadai. Hal ini menyebabkan banyak pasal dalam peraturan tersebut dianggap problematik dan berpotensi mematikan industri.
"Kami telah aktif menjembatani dialog antara pelaku usaha dan pemerintah untuk mencari solusi terbaik. Diskusi telah dilakukan atas penolakan dari berbagai asosiasi, tidak hanya industri hasil tembakau, tetapi juga industri iklan, ritel, petani, tenaga kerja, hingga pedagang kaki lima," jelas Saleh.
Saleh Husin menekankan pentingnya pemerintah membuka ruang diskusi yang lebih luas dengan para pelaku industri untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Kadin siap membantu menjembatani komunikasi antara industri dan pemerintah terkait isu ini.
Lebih lanjut, Saleh menekankan pentingnya mempertahankan sektor padat karya dalam upaya menekan angka pengangguran, terutama di tengah perlambatan ekonomi. Ia mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah, bahkan berada di bawah capaian negara-negara tetangga seperti Vietnam.
Menurutnya, pemerintah perlu fokus pada pengembangan industri dalam negeri sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Investasi asing tetap penting, namun investasi yang sudah ada di dalam negeri juga harus dipertahankan dan dikembangkan, bukan malah dimatikan.
"Industri hasil tembakau, misalnya, merupakan sektor yang harus dipertahankan karena melibatkan jutaan tenaga kerja dari hulu hingga hilir," pungkasnya.
Berikut adalah poin-poin yang menjadi perhatian utama Kadin:
- Deregulasi Kebijakan: Mendesak pemerintah untuk meninjau dan merevisi kebijakan yang dianggap memberatkan industri padat karya.
- PP 28/2024: Mengkritisi implementasi PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang dinilai berpotensi menekan sektor industri.
- Industri Padat Karya: Menekankan pentingnya menjaga kelangsungan industri padat karya untuk menekan angka pengangguran.
- Dialog dengan Industri: Mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang lebih luas dengan pelaku industri dalam penyusunan kebijakan.
- Produk Ilegal: Mengkhawatirkan potensi peningkatan peredaran produk ilegal akibat regulasi yang terlalu ketat.
Kadin berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk mendukung pertumbuhan industri dalam negeri dan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku usaha.