Kebijakan Kontroversial: Warga Bekasi Mengkritik Program Pembinaan Siswa di Barak Militer oleh Dedi Mulyadi

Gelombang kritik terhadap kebijakan pembinaan siswa bermasalah di lingkungan barak militer yang digagas oleh mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, semakin menguat. Adhel Setiawan, seorang warga Babelan, Kabupaten Bekasi, menyampaikan kekecewaannya atas program yang dianggapnya sebagai solusi instan dan tidak tepat sasaran. Ia menilai bahwa pendekatan militeristik bukanlah cara yang efektif untuk mendidik dan membimbing anak-anak yang sedang mencari jati diri.

Adhel mengungkapkan keprihatinannya terhadap masa depan anak-anak yang seharusnya mendapatkan bimbingan dengan pendekatan yang lebih manusiawi. Menurutnya, mengirim anak-anak ke barak militer mencerminkan ketidakmampuan negara dalam memahami dan merangkul mereka. Ia menyayangkan tindakan indisipliner yang lazim dilakukan di barak militer, seperti menggunduli rambut, mengenakan seragam militer, dan melatih baris-berbaris, yang dinilai tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang sebenarnya.

"Tujuan pendidikan itu kan dalam rangka memanusiakan manusia. Seharusnya anak-anak nakal itu diajak bicara, didengarkan apa kemauan mereka. Itu tugas orangtua dan guru, bukan tugas militer," tegas Adhel.

Sebagai bentuk protesnya, Adhel melaporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM. Ia berharap laporannya dapat menjadi pengingat bahwa masa depan anak-anak tidak seharusnya dibentuk dengan ketakutan, melainkan dengan pengertian dan pendekatan yang sesuai dengan psikologi perkembangan anak.

Kebijakan ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Dedi Mulyadi berpendapat bahwa program ini bertujuan untuk mendisiplinkan siswa bermasalah. Namun, Adhel meyakini bahwa barak militer bukanlah tempat yang tepat untuk mendidik hati dan membentuk karakter anak-anak.

Berikut poin-poin kritikan warga terhadap kebijakan tersebut:

  • Pendekatan yang tidak manusiawi: Mengirim anak-anak ke barak militer dianggap sebagai bentuk hukuman, bukan pendidikan.
  • Trauma psikologis: Lingkungan militer yang keras dapat menyebabkan trauma psikologis pada anak-anak.
  • Tidak sesuai dengan tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia, bukan membentuk tentara.
  • Kurangnya komunikasi: Anak-anak yang bermasalah seharusnya diajak bicara dan didengarkan, bukan langsung dikirim ke barak militer.
  • Solusi instan: Kebijakan ini dianggap sebagai solusi instan yang tidak menyelesaikan akar masalah kenakalan anak-anak.

Adhel berharap agar pemerintah lebih memperhatikan pendekatan yang lebih manusiawi dan efektif dalam mendidik anak-anak yang bermasalah. Ia juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawasi dan memberikan masukan terhadap kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan anak.