Lumbini: Antara Kedamaian Spiritual dan Tantangan Pelestarian Warisan Dunia
Lumbini, Nepal, tempat kelahiran Siddhartha Gautama, Sang Buddha, telah menjadi tujuan ziarah bagi jutaan orang dari seluruh dunia. Sejak ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1997, Lumbini menarik peziarah dari berbagai negara, mulai dari Korea hingga Prancis, yang mencari kedamaian dan pencerahan spiritual.
Kuil Mayadevi, yang diyakini sebagai lokasi kelahiran Buddha sekitar 2.600 tahun lalu, menjadi jantung dari situs suci ini. Di dalamnya, terdapat batu penanda bersejarah yang menjadi titik fokus utama bagi para peziarah. Kawasan ini juga dikelilingi oleh 14 biara yang dibangun oleh komunitas Buddha dari berbagai negara, mencerminkan keragaman dan universalitas ajaran Buddha.
Namun, di balik nilai spiritualnya yang tinggi, Lumbini menghadapi sejumlah tantangan yang mengancam kelestariannya. Kondisi cuaca ekstrem, terutama pada musim panas, membuat pengunjung tidak nyaman dan membatasi waktu kunjungan mereka di dalam kuil. Selain itu, fasilitas umum seperti papan informasi dan penunjuk arah masih minim, sehingga menyulitkan para peziarah untuk menjelajahi situs ini secara optimal.
Masalah polusi udara dari pabrik-pabrik di sekitarnya, tumpukan sampah yang tidak terkelola, dan taman yang tergenang air juga menjadi perhatian serius. Bahkan, pohon yang ditanam oleh Sekjen PBB Antonio Guterres pun kini layu akibat kurangnya perawatan. Kondisi ini memicu keluhan dari para pengunjung dan warga setempat, yang merasa kecewa dengan kecerobohan pengelolaan situs suci ini.
UNESCO juga menyoroti kerusakan fisik yang terjadi di Lumbini, seperti atap bocor dan batu bata yang ditumbuhi jamur, sebagai kondisi konservasi yang mengkhawatirkan. Proyek-proyek pembangunan besar yang tidak terkendali, seperti pembangunan aula meditasi berkapasitas 5.000 orang yang berdekatan dengan Kuil Mayadevi, juga dikhawatirkan dapat mengganggu Nilai Universal Luar Biasa (OUV) yang menjadi dasar penetapan Lumbini sebagai situs warisan.
Rencana untuk menjadikan Lumbini sebagai "Kota Perdamaian Dunia" dengan investasi asing besar-besaran juga dibatalkan setelah mendapat penolakan. Para ahli berpendapat bahwa ambisi pembangunan yang berlebihan justru dapat merusak esensi spiritual kawasan ini.
Saat ini, pemerintah Lumbini bekerja sama dengan UNESCO untuk memperbaiki rembesan air dan melakukan perawatan kimia pada batu bata kuno. Namun, pengamat menilai bahwa akar masalah terletak pada pengelolaan yang dipenuhi kepentingan politik, bukan keahlian pelestarian.
Menteri Kebudayaan Nepal mengakui adanya kritik terhadap pengelolaan Lumbini dan menegaskan komitmen pemerintah untuk mengatasi semua masalah dan mencegah korupsi di tempat suci ini. Ia menekankan pentingnya melestarikan kesucian Lumbini sebagai kebanggaan bangsa.
Lumbini berdiri sebagai simbol penting warisan Buddha, namun masa depannya bergantung pada upaya pelestarian yang berkelanjutan dan pengelolaan yang bijaksana. Keseimbangan antara pengembangan dan pelestarian warisan spiritual dan fisik sangat penting untuk memastikan bahwa Lumbini tetap menjadi tempat ziarah yang damai dan bermakna bagi generasi mendatang.