Indonesia Mengkaji Ulang Impor BBM dari Singapura: Mencari Alternatif yang Lebih Ekonomis dan Strategis
Indonesia Pertimbangkan Diversifikasi Sumber Impor BBM, Akhiri Ketergantungan pada Singapura
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji secara mendalam potensi pengalihan sumber impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Singapura. Langkah ini didorong oleh evaluasi harga dan pertimbangan geopolitik yang lebih luas.
Selama beberapa dekade, Singapura telah menjadi pemasok utama BBM untuk Indonesia, memenuhi sekitar 60% kebutuhan minyak negara. Kondisi ini terjadi karena Singapura memiliki sejumlah kilang minyak besar, meskipun bukan merupakan negara penghasil minyak mentah.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan adanya indikasi ketidaksesuaian harga dalam impor BBM dari Singapura. Menurutnya, harga yang ditawarkan oleh trader di Singapura seringkali lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang dapat diperoleh Pertamina langsung dari negara-negara di Timur Tengah. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa Indonesia tidak memaksimalkan potensi impor dari negara-negara Teluk, yang berpotensi menghemat devisa dan mengurangi beban subsidi BBM.
"Jika harganya sama dengan harga dari Timur Tengah, mengapa kita tidak mulai mengambil minyak dari negara lain selain Singapura?," ujar Bahlil.
Bahlil juga mempertanyakan logika harga BBM dari Singapura, yang seharusnya lebih kompetitif karena kedekatan geografis dengan Indonesia. Ia berpendapat bahwa keberadaan perusahaan minyak multinasional di kilang-kilang Singapura seharusnya memungkinkan harga yang lebih rendah.
Selain faktor harga, pemerintah juga mempertimbangkan aspek geopolitik dan geoekonomi dalam diversifikasi sumber impor BBM. Diversifikasi ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan hubungan dagang dengan negara-negara lain.
Rencana pengalihan impor BBM ini akan dilaksanakan secara bertahap mulai November 2025. Tahap awal akan melibatkan pengurangan impor dari Singapura sebesar 50-60%, dengan tujuan akhir menghentikan impor sepenuhnya. Untuk mendukung langkah ini, Pertamina sedang membangun dermaga baru yang mampu menampung kapal berkapasitas besar, sehingga pengiriman BBM menjadi lebih efisien.
"Kita membangun dermaga yang besar agar sekali angkut tidak ada masalah. Pelabuhannya diperbesar dan kedalamannya dijaga," jelas Bahlil.
Selain Timur Tengah, Amerika Serikat juga dipertimbangkan sebagai mitra penyedia impor BBM. Langkah ini juga merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk mempererat hubungan dagang dengan Amerika Serikat.
"Kita sudah mempunyai perjanjian dengan Amerika. Salah satu yang kita tawarkan adalah kita harus membeli beberapa produk dari mereka, diantaranya adalah BBM, crude, dan LPG," kata Bahlil.
Respons Pertamina
Menanggapi rencana pemerintah, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menyatakan bahwa Pertamina siap mengikuti arahan pemerintah terkait kebijakan impor BBM. Namun, Pertamina masih menunggu arahan resmi dari pemerintah dan akan melakukan kajian komprehensif terhadap aspek-aspek yang akan mempengaruhi peralihan impor tersebut, termasuk biaya logistik.
Potensi Risiko dan Tantangan
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyoroti faktor jarak sebagai pertimbangan penting dalam kebijakan impor BBM. Jarak yang lebih jauh akan meningkatkan biaya logistik. Ia juga menekankan pentingnya memastikan kesesuaian spesifikasi BBM dengan kebutuhan Indonesia, terutama untuk jenis BBM seperti Pertalite yang memerlukan pencampuran bahan.
"Semakin jauh jarak akan mempengaruhi biaya pengiriman dan transportasi. Jika impornya dialihkan ke Amerika, mungkin akan lebih mahal dibandingkan impor dari Singapura yang lebih dekat," kata Fahmy.
Praktisi minyak dan gas bumi (migas), Hadi Ismoyo, menambahkan bahwa volume, harga, biaya pengiriman, dan ketersediaan pasokan juga harus dipertimbangkan secara rinci dalam kontrak impor BBM. Ia menekankan pentingnya proses tender yang terbuka dan transparan untuk memastikan harga yang paling efisien.
"Hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak impor BBM adalah spesifikasi, volume, harga, biaya pengiriman, dan kesinambungan pasokan. Pastikan spek, volume, harga, shipping cost dan kesinambungan supply menjadi kriteria utama pemilihan partner import dari USA," tutup Hadi.