Kemeriahan Kirab Waisak 2025: Simbol Toleransi dan Kebahagiaan Universal di Borobudur

Perayaan Waisak Nasional 2025 mencapai puncaknya dengan Kirab Waisak yang khidmat dan meriah, dimulai dari Candi Mendut dan berakhir di pelataran megah Candi Borobudur. Ribuan umat Buddha, termasuk para bhiksu thudong yang telah melakukan perjalanan spiritual panjang, berpartisipasi dalam prosesi agung ini.

Kirab yang menempuh jarak sekitar 4,5 kilometer ini bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi tontonan yang memukau bagi masyarakat luas. Dari Candi Mendut, rombongan bergerak menuju Gate 7 Candi Borobudur, membawa obor api dharma yang melambangkan penerangan spiritual dan air berkah yang telah disucikan di Candi Mendut.

Dimulai tepat pukul 14.00 WIB, kirab ini diwarnai dengan berbagai elemen budaya yang memukau. Barisan marching band mengawali prosesi dengan alunan musik yang membangkitkan semangat. Pembawa Bendera Merah Putih hadir sebagai simbol nasionalisme dan persatuan. Pawai hasil bumi menggambarkan rasa syukur atas berkat dan rezeki yang dilimpahkan. Tak ketinggalan, mobil hias dengan dekorasi artistik turut memeriahkan suasana, serta perwakilan dari Thailand yang menambah nuansa internasional pada perayaan ini.

Sepanjang rute yang dilalui, masyarakat dan wisatawan dari berbagai latar belakang berbondong-bondong menyaksikan kirab. Mereka memadati sisi jalan, menantikan momen untuk menyambut para bhiksu dan menerima cipratan air berkah. Suasana sukacita terpancar dari wajah setiap orang, tanpa memandang perbedaan agama atau keyakinan. Bahkan, banyak ibu-ibu berhijab dan anak-anak dengan riang gembira menyambut cipratan air berkah dari para bhante, menunjukkan semangat toleransi dan kebersamaan yang kuat.

Ketika mobil yang membawa relik Buddha melintas, para bhante dengan sukacita mencipratkan air berkah kepada masyarakat dan wisatawan. Anak-anak dengan antusias melambaikan tangan, berharap menjadi sasaran cipratan air suci tersebut. Pemandangan ini menjadi simbol kebahagiaan yang inklusif, di mana semua orang dapat merasakan berkat dan kedamaian.

Para bhiksu thudong yang berjalan kaki pun tak luput dari sambutan hangat masyarakat. Sapaan "Halo bhiksu!" terdengar dari seorang anak perempuan berhijab, mencerminkan sikap hormat dan persahabatan. Seorang wisatawan bernama Sutini dari Sleman, yang datang bersama keluarga, mengungkapkan kekagumannya terhadap kirab ini. Ia menyatakan bahwa meskipun beragama Islam, ia tetap menyambut para bhiksu sebagai tamu yang harus dihormati.

Setibanya di pelataran Candi Borobudur pada sore hari, para peserta kirab berkumpul untuk berdoa bersama. Malam harinya, acara dilanjutkan dengan penerbangan lampion, simbol harapan dan cita-cita yang membumbung tinggi ke angkasa. Meskipun langit tampak mendung dan sesekali terdengar suara guntur, awan hujan seolah enggan mendekat ke Candi Borobudur, memungkinkan kirab berjalan dengan lancar dan sukses.

Kirab Waisak 2025 di Borobudur bukan hanya sekadar perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan, mempromosikan toleransi antarumat beragama, dan menghadirkan kebahagiaan bagi semua orang. Acara ini menjadi bukti bahwa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan keberagaman budaya dan spiritualitas, di mana semua orang dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis.

  • Marching Band
  • Pembawa Bendera Merah Putih
  • Pawai Hasil Bumi
  • Mobil Hias
  • Perwakilan Thailand