Ledakan Amunisi di Garut: Warga Sebut Aktivitas Pemusnahan Berulang, Serpihan Jadi Rebutan
Kabupaten Garut digegerkan dengan insiden ledakan amunisi yang merenggut nyawa 13 orang di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong. Peristiwa tragis yang terjadi pada Senin, 12 Mei 2025 ini, memicu pertanyaan tentang prosedur keamanan dan dampak sosial dari aktivitas pemusnahan amunisi di wilayah tersebut.
Warga setempat mengungkapkan bahwa ledakan ini bukanlah yang pertama kali terjadi dalam bulan Mei. Menurut penuturan Heri Supriyadi (47), warga Kampung Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk, kegiatan pemusnahan amunisi kedaluwarsa ini telah dilakukan sebanyak dua kali dalam kurun waktu sebulan terakhir. Heri menyebutkan bahwa ledakan serupa juga terjadi pada tanggal 6 Mei 2025, atau sekitar satu minggu sebelum insiden yang menelan korban jiwa.
"Ini ledakan yang kedua kalinya. Pertama kegiatan tanggal 6 Mei dan dimulai lagi tanggal 12 Mei. Jadi, kegiatan ini seminggu sekali dilaksanakan," ujar Heri, seperti dikutip dari TribunPriangan.com. Keterangan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama mengenai frekuensi dan potensi risiko yang menyertai kegiatan pemusnahan amunisi.
Menurut Heri, lokasi pemusnahan amunisi tersebut telah lama digunakan. Sebelumnya, aktivitas serupa tidak pernah menimbulkan korban jiwa. Bahkan, beberapa warga sipil yang terlibat dalam tim peledakan memiliki pengalaman dan mendapatkan kepercayaan dari pihak TNI.
Namun, di balik aktivitas pemusnahan amunisi, terdapat fenomena sosial yang menarik perhatian. Heri membenarkan bahwa sejumlah warga kerap mendatangi lokasi ledakan setelah kejadian dengan tujuan mengumpulkan serpihan amunisi bekas ledakan, seperti besi, kuningan, dan aluminium. Serpihan-serpihan logam ini kemudian dijual untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
"Betul, jadi warga ambil serpihan itu dan sama warga itu serpihannya dijual dan itu pun juga diimbau dulu sebelum diambil,” kata Heri. Aktivitas ini menunjukkan adanya nilai ekonomi dari sisa-sisa amunisi yang dimusnahkan.
Meski demikian, Heri menekankan bahwa terdapat prosedur waktu yang seharusnya dipatuhi oleh warga sebelum mengakses lokasi ledakan. Tanah bekas ledakan harus didinginkan selama beberapa jam karena masih dalam kondisi panas. Petugas juga memberikan imbauan kepada warga untuk tidak terburu-buru memasuki area tersebut.
"Kalau sudah ledakan didiamkan dulu beberapa jam. Kalau yang nurut sama imbauan petugas ada, mungkin ada juga warga yang nakal, enggak dengerin imbauan petugas,” ungkapnya. Heri memperkirakan waktu tunggu yang disarankan sebelum warga mengambil serpihan logam adalah sekitar 3 hingga 4 jam.
Menurut Heri, harga jual serpihan logam bervariasi tergantung jenis materialnya. Besi dihargai sekitar Rp 5.000 hingga Rp 6.000 per kilogram, sementara kuningan dan aluminium memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Informasi ini mengindikasikan bahwa aktivitas mengumpulkan serpihan amunisi dapat menjadi sumber penghasilan yang cukup signifikan bagi sebagian warga.
Selain itu, Heri menjelaskan bahwa lokasi peledakan dengan posisi petugas biasanya cukup jauh, sekitar 500 meter, untuk mengantisipasi daya ledak amunisi yang besar. Kedalaman lubang tempat amunisi diledakkan juga disesuaikan dengan jumlah amunisi yang dimusnahkan.
Berikut poin-poin penting yang terungkap dari penuturan warga:
- Aktivitas pemusnahan amunisi di Garut telah dilakukan berulang kali dalam sebulan terakhir.
- Warga sekitar memanfaatkan serpihan amunisi bekas ledakan untuk dijual.
- Terdapat prosedur waktu yang harus dipatuhi sebelum warga mengakses lokasi ledakan.
- Harga jual serpihan logam bervariasi tergantung jenis materialnya.
- Lokasi peledakan dan posisi petugas berada dalam jarak yang aman.
Insiden ledakan amunisi di Garut ini menjadi sorotan dan menuntut adanya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur keamanan dalam kegiatan pemusnahan amunisi. Selain itu, perlu adanya pendekatan yang lebih komprehensif dalam mengatasi dampak sosial dan ekonomi yang timbul akibat aktivitas tersebut.