Ledakan Maut di Garut: Sorotan pada Keamanan Pemusnahan Amunisi dan Tanggung Jawab Negara

Tragedi Ledakan Amunisi di Garut: Investigasi Mendalam dan Pembenahan Sistemik Mendesak

Peristiwa ledakan dahsyat di Desa Sagara, Cibalong, Garut, Jawa Barat, yang terjadi pada 12 Mei 2025, telah merenggut nyawa 13 orang, termasuk anggota TNI AD dan warga sipil. Tragedi ini bukan hanya meninggalkan luka mendalam, tetapi juga memicu pertanyaan serius tentang standar operasional prosedur (SOP) pemusnahan amunisi dan tanggung jawab negara dalam menjamin keselamatan warganya.

Insiden ini menyoroti perlunya peninjauan ulang terhadap protokol keamanan dalam pemusnahan amunisi. Keterangan resmi dari TNI AD menyebutkan bahwa pemusnahan dilakukan oleh Gudang Pusat Amunisi (Gupusmu) III Peralatan TNI AD melalui peledakan terkontrol. Namun, ledakan tak terduga terjadi saat penyusunan detonator, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

Kritik tajam tertuju pada penerapan standar keamanan. Standar internasional, seperti International Mine Action Standards (IMAS), merekomendasikan jarak aman minimal 500-1000 meter dari permukiman warga, perimeter keamanan berlapis, dan penggunaan remote detonation untuk menghindari kontak langsung manusia dengan bahan peledak. Tragedi di Garut mengindikasikan bahwa standar ini belum sepenuhnya diterapkan. Pertanyaan mendasar muncul: mengapa warga sipil berada di dekat lokasi pemusnahan, dan apakah perimeter pengamanan telah dibuka sebelum waktunya?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, investigasi yang transparan dan independen sangat dibutuhkan, melibatkan Komnas HAM, DPR RI, dan ahli keamanan sipil. Aspek hukum juga perlu diperhatikan. Pasal 359 KUHP mengatur tentang kelalaian yang menyebabkan kematian, dan prinsip tanggung jawab negara dalam hukum humaniter internasional mewajibkan negara untuk mencegah jatuhnya korban sipil dalam aktivitas militer.

Pembenahan Sistemik dan Modernisasi Pemusnahan Amunisi

Data dari Panglima TNI awal 2024 mengungkapkan adanya 65 ton amunisi kedaluwarsa di Gudang Munisi Daerah (Gudmurah) Kodam Jaya yang akan dimusnahkan. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) mengakui kompleksitas dan lamanya proses pemusnahan amunisi kedaluwarsa. Ini mengindikasikan sistem pemusnahan yang masih manual dan kurangnya teknologi pendeteksi risiko tinggi.

UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia belum secara spesifik mengatur pengelolaan dan pemusnahan amunisi kedaluwarsa. Peraturan teknis diatur melalui Peraturan Panglima TNI dan SOP internal, menciptakan celah akuntabilitas publik. Standar internasional seperti NATO Ammunition Safety Manual (AOP-38) dan International Ammunition Technical Guidelines (IATG) menekankan pemisahan wilayah kerja dari zona sipil, keterlibatan ahli bersertifikat, dan pengawasan berlapis.

Tragedi Garut menyoroti pentingnya penerapan prinsip-prinsip ini. Negara-negara seperti Jerman, Jepang, dan Inggris telah menggunakan teknologi robotik dan remote detonation untuk meminimalkan risiko. Indonesia perlu mengadopsi teknologi serupa.

Dari perspektif politik, insiden ini berpotensi menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap institusi militer. DPR, khususnya Komisi I, harus aktif mengawasi, mengevaluasi, dan mendorong reformasi dalam tata kelola logistik dan amunisi TNI.

Langkah-langkah penting untuk mencegah kejadian serupa:

  • Pembentukan tim investigasi independen lintas lembaga.
  • Revisi menyeluruh terhadap prosedur pemusnahan amunisi berdasarkan standar internasional.
  • Penerapan teknologi jarak jauh dalam pemusnahan amunisi.
  • Peningkatan keterlibatan sipil dan legislatif dalam pengawasan aktivitas logistik militer.
  • Edukasi dan pelatihan kepada masyarakat sekitar fasilitas militer tentang protokol evakuasi dan kesadaran risiko bahan peledak.

Tragedi Garut adalah cermin dari kelemahan tata kelola, minimnya transparansi, dan belum optimalnya penggunaan teknologi dalam sistem pertahanan. Keselamatan warga sipil harus menjadi prioritas utama dalam setiap operasi militer di masa damai. Reformasi sistem logistik dan manajemen amunisi TNI harus dipercepat. Transparansi, profesionalisme, dan modernisasi sistem pemusnahan amunisi harus menjadi bagian dari agenda reformasi militer Indonesia.